pertama, untuk meningkatkan perlindungan terhadap investor dengan menempatkan saham-saham yang terkena kriteria tertentu ....
Jakarta (ANTARA) - Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna mengingatkan tujuan dari penerapan Papan Pemantauan Khusus dalam sistem perdagangan saham di BEI.

Kepada awak media di Jakarta, Jumat, Ia menjelaskan, tujuan tersebut adalah pertama, untuk meningkatkan perlindungan terhadap investor dengan menempatkan saham-saham yang terkena kriteria tertentu di Papan Pencatatan terpisah, sehingga investor memiliki informasi yang cukup sebelum berinvestasi.

Kedua, untuk meningkatkan transaksi dan likuiditas perdagangan khususnya saham dengan frekuensi perdagangan rendah dan harga saham di harga Rp50.

Baca juga: Direktur ungkap peran KPEI dalam perlindungan investor pasar modal RI

Lalu, ketiga, untuk meredam volatilitas dengan pemberlakuan Auto Rejection yang lebih kecil, dan keempat, menerapkan best practice dan common standard yang ada di bursa lain.

Kemudian, kelima, memberikan kesempatan kepada investor untuk melakukan transaksi sebelum saham dikenakan suspensi dan/atau delisting, serta keenam, untuk meningkatkan transparansi atas kondisi perusahaan tercatat.

Terakhir, ketujuh, untuk meminimalisir manipulasi harga dan proses price discovery yang lebih sesuai untuk saham dengan likuiditas rendah dengan perdagangan secara Periodic Call Auction.

Baca juga: BEI tetapkan syarat dan prosedur pemecahan dan penggabungan saham

BEI telah mengimplementasikan Papan Pemantauan Khusus tahap II atau Full Periodic Call Auction mulai Senin, 25 Maret 2024, dan terdapat 11 kriteria saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus, yaitu:

1. Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction kurang dari Rp51,00.

2. Laporan Keuangan Auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer).

3. Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada Laporan Keuangan Auditan dan/atau Laporan Keuangan Interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya.

4. Perusahaan tambang minerba yang belum memperoleh pendapatan dari core business hingga tahun buku ke-4 sejak tercatat di Bursa.

5. Memiliki ekuitas negatif pada laporan Keuangan terakhir.

Baca juga: Praktisi: Implementasi IEV dan IEP redam pembentukan harga tidak wajar

6. Tidak memenuhi persyaratan untuk tetap dapat tercatat di Bursa sebagaimana diatur Peraturan Nomor I-A dan I-V (public float).

7. Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5.000.000,00 dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction.

8. Perusahaan Tercatat dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pailit, atau pembatalan perdamaian.

9. Anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material, dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian.

10. Dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.

11. Kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah dari Otoritas Jasa Keuangan.

Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024