Kalau tidak ada tradisi Badu, maka bisa rusak laut ini
Lewoleba (ANTARA) -
Nelayan di Desa Watodiri, Kecamatan Ile Ape, Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) berkomitmen menjaga keseimbangan laut lewat tradisi Badu atau kearifan lokal untuk menutup kawasan laut dari aktivitas manusia dalam kurun waktu tertentu.
 
"Sudah ada peraturan desa juga, jadi tidak boleh asal mencari ikan di wilayah yang dilarang, sehingga ikan-ikan bisa terjaga," kata tokoh adat Desa Watodiri Longginus Lebu di Desa Watodiri, Kabupaten Lembata, Minggu.

Badu adalah larangan penangkapan ikan dalam rentang waktu yang telah ditentukan.
di kawasan laut yang sudah ditentukan masyarakat adat dan diperkuat oleh peraturan desa.
 
Tradisi Badu dijalankan sejak turun temurun dengan luasan laut larangan berkisar hingga tujuh hektare.
 
Longginus menjelaskan peraturan desa yang telah dibuat mendukung tradisi ini agar lebih mengikat secara hukum sehingga tidak ada kapal-kapal dari luar yang mengambil ikan secara sembarangan pada wilayah yang telah ditetapkan.
Dalam peraturan desa itu, waktu pembukaan dan penutupan kawasan Badu pun telah ditetapkan, serta sanksi bagi para pelanggar.
 
Hal itu menjadi hal penting yang telah disepakati oleh semua tokoh masyarakat dan mengikat semua unsur agar keseimbangan alam laut tetap terjaga.
 
Wilayah larangan itu memiliki banyak sekali jenis ikan, penyu, dan terumbu karang yang harus terus dijaga.
 
Lebih lanjut ia menjelaskan para nelayan mendukung tradisi itu dengan tetap menjalankan cara penangkapan manual atau menggunakan pukat hanyut.
 
Mereka tidak pernah menggunakan alat tangkap lain yang dapat merusak laut, seperti kompresor, bom ikan, dan potas.

Baca juga: Semangat konservasi Masyarakat Hukum Adat yang perlu diwariskan
Baca juga: KKP tetapkan perlindungan bagi 22 Masyarakat Hukum Adat
 
Ia menjelaskan, apabila ditemukan adanya kapal dari luar wilayah yang mencari ikan di daerah larangan dan menggunakan bahan yang tidak ramah lingkungan, maka masyarakat tidak segan-segan untuk menangkap pelaku dan ada sanksi yang diberikan.
 
Hal itu telah menjadi kesepakatan bersama karena segenap unsur masyarakat sangat menjaga alam lewat tradisi Badu itu.
 
"Kalau tidak ada tradisi ini, maka bisa rusak laut ini karena tingkah manusia yang sembarangan mencari ikan," ucapnya.
 
Adapun tradisi Badu ini diawali dan diakhiri dengan ritual adat oleh pemangku adat di Desa Watodiri.
 
Sedangkan sanksi yang diberikan bagi masyarakat yang melakukan penangkapan ikan di wilayah terlarang di luar waktu yang ditetapkan yakni uang tunai sebesar Rp1,6 juta.

Baca juga: DFW: Revitalisasi hukum adat dalam kelola sumber daya laut nasional
Baca juga: Kelompok perempuan Waifuna Raja Ampat panen biota laut hasil sasi
Baca juga: YKAN: Sasi harus dipertahankan karena beri banyak manfaat untuk warga

Pewarta: Fransiska Mariana Nuka
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024