P2G menghimpun data berdasarkan angket yang disebarkan kepada Sekolah Penggerak jenjang SMA yang mengikuti SNBP
Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengimbau pemerintah untuk melalukan sinkronisasi, koordinasi, dan harmonisasi antara implementasi kebijakan Kurikulum Merdeka di sekolah menengah atas (SMA) dengan sistem Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).

“P2G menyayangkan tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antara kebijakan Kurikulum Merdeka di SMA dengan sistem SNBP yang diselenggarakan Balai Pengelolaan Pengujian Pendidikan (BP3) dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN),” kata Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Hal tersebut lantaran terdapat penurunan jumlah siswa asal sekolah menengah atas (SMA) dengan Kurikulum Merdeka yang diterima perguruan tinggi melalui jalur SNBP.

Baca juga: P2G sebut jumlah siswa Kurikulum Merdeka yang diterima SNBP turun

P2G menghimpun data berdasarkan angket yang disebarkan kepada Sekolah Penggerak jenjang SMA yang mengikuti SNBP.

Jumlah SMA Sekolah Penggerak Angkatan I yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka sejak 2021 adalah sebanyak 381 SMA secara nasional dan angket tersebut diisi oleh sampel 10 persen dari total populasi.

Sebanyak 38 Sekolah Penggerak mengisi angket sebagai evaluasi pelaksanaan SNBP 2024 dan didapatkan fakta bahwa terjadi penurunan jumlah penerimaan siswa jalur SNBP 2024.

Menurut P2G, seharusnya siswa yang merupakan produk pertama lulusan Kurikulum Merdeka tidak dirugikan oleh sistem ini mengingat BP3 dan PTN sama-sama berada di bawah Kemendikbudristek.

Iman menuturkan SNBP 2024 tidak berkeadilan bagi pengguna Kurikulum Merdeka untuk Sekolah Penggerak Angkatan I karena lulusan mereka tidak diperlakukan setara dengan sekolah yang menggunakan kurikulum 2013.

Bahkan dalam pengumuman kelulusan SNBP pada 26 Maret 2024, ada perguruan tinggi negeri yang tidak meloloskan siswa yang mendaftar menggunakan rapor Kurikulum Merdeka.

Baca juga: Komisi X dukung Kurikukum Merdeka jadi kurikulum nasional

“Ini jelas bertentangan dengan prinsip yang digembar-gemborkan dalam implementasi Kurikulum Merdeka yaitu berpihak pada anak,” kata Iman.

Terlebih, Iman mengatakan Kurikulum Merdeka turut membatasi siswa untuk masuk sekolah kedinasan seperti Akademi Kepolisian (AKPOL) dan Akademi Militer (AKMIL TNI) yang masih mencantumkan penjurusan IPA dan IPS untuk pendaftarannya.

“Sedangkan kurikulum Merdeka sudah tidak mengenal penjurusan IPA dan IPS di SMA. Jelas ini merugikan anak,” ujar Iman.

Sebagai informasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan Kurikulum Merdeka menjadi kurikulum nasional mulai tahun ini.

Penetapan tersebut dilakukan melalui penerbitan Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menjelaskan implementasi Kurikulum Merdeka telah mampu meningkatkan skor numerasi satuan pendidikan baik di daerah non terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) maupun non 3T.

“Lompatan literasi yang terjadi untuk sekolah semakin lama semakin bagus terutama mereka yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka,” katanya.

Baca juga: Nadiem: Kurikulum Merdeka tingkatkan skor numerasi satuan pendidikan

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024