Jakarta (ANTARA) - Ekonom dari Universitas Indonesia Dr. Fithra Faisal Hastiadi, S.E., MSE., M.A. optimistis rencana CEO Apple Inc. Tim Cook untuk menjajaki peluang investasi di Indonesia dapat memberikan efek limpahan (spillover effect) kepada konsumen teknologi perangkat pintar di Indonesia. 

Fithra mencontohkan bagaimana efek limpahan dari pembuatan salah satu lini produk Apple, yakni iPhone, di China, membuat produsen perangkat pintar di negara tirai bambu itu berlomba-lomba memproduksi produk-produk yang lebih baik.

"China yang dulu jadi salah satu andalan untuk produksi Apple, bahkan bisa memproduksi perangkat pintarnya sendiri ya. Zamannya Xiaomi, terus ada Huawei, bagaimana sekarang sudah menjadi raja tersendiri, begitu kan, di regional. Salah satunya kan karena spillover effect dari produksi Apple juga," kata Fithra saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Maka kemudian, menurut Fithra, transfer pengetahuan itu sudah harus bisa dipastikan menjadi bagian dari rencana investasi Apple Inc. di Indonesia oleh pemerintah.

Baca juga: Menko Luhut nyatakan siap beri insentif untuk tarik investasi Apple

Kemudian, yang paling utama untuk diperhatikan adalah, Apple Inc. bukan perusahaan teknologi pertama yang mencoba penjajakan peluang investasi ke Indonesia.

Sebelumnya ada Samsung, tapi negara lain yang berhasil menarik investasi tersebut. Belum lagi dihitung Tesla, perusahaan milik Elon Musk.

Menurut Fithra, Indonesia harus mengambil pelajaran dari penjajakan peluang investasi dari yang terdahulu agar peristiwa investor direbut kompetitor jangan sampai terulang lagi.

Misalnya, dengan menyederhanakan proses bisnis dan investasi dalam pembangunan infrastruktur teknologi menjadi lebih konkret, atau memberikan insentif kepada perusahaan yang menggunakan pemasok lokal.

Baca juga: CEO Apple Tim Cook kunjungi Apple Developer Academy BSD City

Sebagai perusahaan teknologi global terkemuka, Apple disebut tertarik untuk menjajaki investasi dalam berbagai bidang di Indonesia, termasuk pembangunan pabrik manufaktur, pusat distribusi, penelitian dan pengembangan, serta infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi.

Apple melakukan itu karena, menurut Fithra, dua penyebabnya. Pertama, faktor relokasi atau pemindahan pabrik-pabrik untuk meningkatkan resiliensi bisnis terhadap kondisi global, semisal pandemi COVID-19, serta meninggalkan ketergantungan produksi pada satu negara yang mungkin menerapkan pengetatan.

Kedua, munculnya fenomena friendshoring atau menjauh dari musuh dan mendekat kepada sekutu, akibat dampak dari peperangan.

Baca juga: Apple ajak Prabowo kerja sama di bidang pengembangan teknologi

Karena adanya kedua faktor itu, maka dicarilah negara yang terdekat dari lokasi pabrik sebelumnya (China) supaya produksi tetap berkelanjutan dan tidak terlalu kehilangan efisiensinya.

Bisa kita tangkap bahwa fenomena inilah yang terjadi sekarang. Sebelumnya Tesla, setelahnya ada Apple yang kemudian mencoba menjajaki peluang serupa di Indonesia, salah satu negara anggota ASEAN.

Letak negara-negara ASEAN yang relatif lebih dekat dari China serta dari segi ideologi pun cenderung netral, membuat timbul keinginan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat untuk menjajaki peluang mengalihkan aktivitas produksi mereka ke sana.

Jika Indonesia bisa menjadi yang utama untuk dilirik di ASEAN, maka pengalaman itu bukan tidak mungkin juga ikut mendatangkan minat investor lain.

"Jangan sampai kita merintangi macam-macam hal, nanti kompetitor yang lagi melihat ini bilang "Wah, Apple mau masuk ke Indonesia, apa saja yang ditawarkan Indonesia?" Mereka bisa saja gandakan penawaran jadi lebih baik lagi," kata Fithra. 

Baca juga: Pengamat: Penting kemitraan dengan perusahaan teknologi di bidang SDM

Baca juga: Presiden ingin Apple gandeng universitas RI buat pusat SDM dan inovasi

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024