Bamako (ANTARA News) - Kotak-kotak suara dicuri di daerah Timbuktu, Mali utara, Minggu, oleh orang-orang bersenjata dan politikus, kata sejumlah pejabat kepada AFP.

Insiden itu merupakan tanda-tanda pertama kekacauan dalam pemilihan umum parlemen di Mali dan belum diketahui siapa yang mendalanginya.

"Orang-orang bersenjata mencuri sebuah kotak suara di daerah Bajakary, 80 kilometer dari Goundam. Saya telah mengirim orang ke sana untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya," kata Oumou Sall Seck, wali kota Goundam.

"Di Takoubao, sebuah daerah lain sekitar 15 kilometer dari Goundam, kertas-kertas suara disita," katanya, tanpa penjelasan terinci lebih lanjut.

Dadie Dango, ketua komisi pemilihan umum di Goundam, mengatakan, ia telah diberi tahu tentang "sejumlah keganjilan" di daerah itu, yang terletak sebelah baratdaya kota kuno Timbuktu, termasuk kotak-kotak suara yang hilang.

"Puluhan kotak suara ini diambil oleh seorang pejabat yang terpilih," katanya, tanpa menyebutkan nama.

Sekitar 6.5 juta orang Mali memiliki hak memberikan suara untuk memilih majelis nasional yang baru, dan lebih dari 1.000 calon bersaing untuk memperebutkan 147 kursi.

Pemilihan umum legislatif itu dilaksanakan tiga bulan setelah pemilihan presiden, yang diharapkan bisa memulihkan stabilitas Mali setelah kudeta Maret 2012 menjebloskan negara itu ke dalam krisis.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu hingga mereka diusir oleh pasukan intervensi Prancis.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

PBB telah menyetujui penempatan pasukan penjaga perdamaian berkekuatan sekitar 12.600 prajurit untuk membantu menstabilkan dan mengamankan Mali., demikian AFP melaporkan.

(SYS/M014)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013