Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan menerima surat dari kuasa hukum Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali yang menyatakan bahwa kliennya tidak bisa memenuhi panggilan tim penyidik KPK karena sedang menjalani rawat inap di rumah sakit.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor awalnya hari ini dijadwalkan menjalani pemeriksaan penyidik KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.

"Betul ada surat konfirmasi setelah kami cek ke bagian persuratan dan ke tim penyidik. Memang ada surat dari penasihat hukumnya bahwa yang bersangkutan hari ini tidak bisa hadir di Gedung Merah Putih KPK dengan alasan sedang dirawat di RSUD Sidoarjo Barat," kata Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat.

Menurut surat tersebut, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor telah menjalani rawat inap di rumah sakit sejak 17 April 2024. Namun, KPK menilai alasan yang disampaikan dalam surat tersebut tidak jelas.

"Dirawat sejak 17 April 2024 sampai dengan sembuh. Ini memang agak lain suratnya. Sampai sembuhnya kapan kan kita enggak tahu, penyakitnya juga enggak tahu. Oleh karena itu, tentu dari surat ini saja kami menganalisis alasan yang kemudian disampaikan setidaknya kurang begitu jelas," ujarnya.

Baca juga: KPK jadwalkan pemeriksaan Bupati Sidoarjo pada Jumat

Juru bicara KPK berlatar belakang jaksa itu kemudian mengingatkan agar Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor dan semua pihak terkait untuk kooperatif dengan tim penyidik KPK.

"Makanya kami mengingatkan juga yang bersangkutan agar kooperatif termasuk dokter yang memberikan surat keterangan semacam ini setidaknya juga harus kami ingatkan," tuturnya.

KPK pada Selasa (16/4) mengumumkan telah menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemotongan insentif pegawai pada Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.

"KPK belum dapat menyampaikan spesifik identitas lengkap pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, peran dan sangkaan pasalnya hingga nanti ketika kecukupan alat bukti selesai dipenuhi semua oleh tim penyidik. Namun kami mengonfirmasi atas pertanyaan media bahwa betul yang bersangkutan menjabat bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021-sekarang," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (16/4).

Baca juga: KPK tetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor tersangka korupsi

Ali menerangkan penetapan tersangka tersebut dilakukan berdasarkan analisa dari keterangan para pihak yang diperiksa sebagai saksi termasuk keterangan para tersangka dan juga alat bukti lainnya.

Tim penyidik KPK kemudian menemukan peran dan keterlibatan pihak lain yang turut serta dalam terjadinya dugaan korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.

"Dengan temuan tersebut, dari gelar perkara yang dilakukan kemudian disepakati adanya pihak yang dapat turut dipertanggungjawabkan di depan hukum karena diduga menikmati adanya aliran sejumlah uang," ujarnya.

KPK pada 29 Januari 2024 menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Baca juga: Gus Muhdlor hormati proses hukum pascapenetapan tersangka KPK

KPK selanjutnya pada Jumat, 23 Februari 2024 menahan dan menetapkan status tersangka terhadap Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono (AS) dalam perkara yang sama.

Konstruksi perkara tersebut diduga berawal saat BPPD Kabupaten Sidoarjo berhasil mencapai target pendapatan pajak pada tahun 2023.

Atas capaian target tersebut, Bupati Sidoarjo kemudian menerbitkan Surat Keputusan untuk pemberian insentif kepada pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo

Atas dasar keputusan tersebut, AS kemudian memerintahkan SW untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut yang kemudian diperuntukkan untuk kebutuhan AS dan bupati.

Besaran potongan yaitu 10 persen sampai 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.

Baca juga: Pengacara Muhdlor siapkan upaya hukum usai penetapan tersangka

AS juga memerintahkan SW supaya teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai yang dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

Tersangka AS juga aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan Bupati.

Khusus pada 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.

Penyidik KPK saat ini juga masih mendalami aliran dana terkait perkara dugaan korupsi tersebut.

Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca juga: KPK perpanjang penahanan dua tersangka korupsi BPPD Sidoarjo
Baca juga: Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor bantah terima uang korupsi BPPD Sidoarjo
Baca juga: KPK cegah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali ke luar negeri

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024