Risiko kurs mata uang paling tidak bisa sedikit diredam dengan hedging atau menggunakan kontrak pembelian jangka panjang.
Jakarta (ANTARA) - Perum Bulog mengungkapkan kebijakan stabilisasi pangan jangka panjang merupakan hal penting karena dapat mengelola risiko-risiko.

"Salah satu sebab, alasan mengapa Bulog mengusulkan atau memberikan aspirasi perlunya kebijakan stabilisasi pangan jangka panjang adalah untuk juga mengelola risiko-risiko semacam ini," ujar Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi, di Jakarta, Kamis.

Bayu menjelaskan, kalau kita punya program jangka panjang, maka risiko kurs mata uang paling tidak bisa sedikit diredam dengan hedging atau menggunakan kontrak pembelian jangka panjang.

"Saya tidak hanya mengatakan untuk impor tapi juga untuk dalam negeri, itu pentingnya punya kebijakan stabilisasi jangka panjang, bukan karena kita ingin impor jangka panjang tapi kita juga bisa membuat perencanaan dan melakukan langkah-langkah untuk memitigasi dan mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi," ujar Bayu lagi.

Bayu menjelaskan, untuk impor yang dilakukan Bulog terutama beras dan jagung, seluruhnya karena penugasan dari pemerintah. Dampaknya, kalau terjadi peningkatan atau penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan pelemahan rupiah, maka karena itu bersifat langsung, bentuknya pengali dengan tonase dikalikan harga dikalikan dengan kurs.

"Kalau kurs naik 10 persen maka total kebutuhan biaya untuk membayar impor naik 10 persen, itu saja. Jadi langsung sifatnya. Asumsi dolar yang dipergunakan dalam perhitungan biaya Bulog adalah asumsi APBN, jadi bisa melihat perbedaan antara dolar AS riil saat ini dengan asumsi APBN, di situlah terjadinya kenaikan biaya Bulog," katanya pula.

Negara ini masih perlu menjaga stabilitas pangan dalam jangka panjang. Stabilitas pangan bukan hanya urusan jangka pendek atau dari tahun ke tahun, tetapi ini harus menjadi sesuatu yang memiliki perspektif termasuk kemudian perencanaan visi jangka panjang.

"Kita tentu membayangkan bahwa Indonesia naik income per capita-nya, kita diproyeksikan untuk menjadi negara nomor lima terbesar di dunia. Pada saat itu pun sebenarnya stabilitas pangan masih akan tetap penting. Kita lihat negara-negara besar dan maju sekarang pun mereka semua memiliki kebijakan dan mekanisme menjaga stabilitas pangannya," kata Bayu.

Dengan demikian, katanya lagi, aspirasinya adalah untuk Indonesia memiliki kebijakan stabilitas pangan jangka panjang. Sebagai bagian dari stabilitas pangan jangka panjang, yakni adanya jaring pengaman sosial pangan.

Bahkan pada negara maju sekalipun ada mekanisme untuk menjamin dan memastikan bahwa masyarakat yang kurang beruntung dibandingkan lainnya, maka harus ada jaring pengamannya terutama untuk pangan.

Hal ini merupakan aspirasi yang penting. Dalam konteks itu, tentunya tergantung pada pemerintah, misalnya bantuan pangan merupakan salah satu bentuk dari jaring pengaman sosial pangan, katanya lagi.

Menurut Bayu, bagian dari kebijakan stabilitas pangan jangka panjang yakni harus ada usaha yang lebih sistematis untuk mendukung secara lebih baik lagi kepada para petani dalam memproduksi pangan.
Baca juga: Kementan: Daerah surplus cabai bisa subsidi daerah defisit
Baca juga: Indef: Pemda perlu ada talangan dana jaga stabilisasi pangan

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024