Pengembangan produksi pangan di lahan-lahan sawit itu adalah salah satu strategi ketahanan pangan di Indonesia,
Purwokerto (ANTARA) - Pakar pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof Totok Agung Dwi Haryanto menilai pengembangan budi daya tanaman padi di lahan kelapa sawit dapat mendukung ketahanan pangan.

"Pengembangan produksi pangan di lahan-lahan sawit itu adalah salah satu strategi ketahanan pangan di Indonesia," kata Prof Totok Agung Dwi Haryanto di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.

Dalam hal ini, kata dia, Indonesia memiliki sembilan strategi ketahanan pangan di antaranya intensifikasi, peningkatan indeks pertanaman, pemanfaatan lahan pekarangan, pemanfaatan lahan kering, lumbung pangan, pemanfaatan perkebunan kelapa sawit, dan food estate.

Baca juga: Gapki sebut 513 ribu hektare kebun sawit petani perlu peremajaan

Ia mengatakan luas lahan sawit di Indonesia ebih dari 15 juta hektare, dan setiap tahun ada wilayah-wilayah yang menjalani fase replanting atau penanaman kembali.

"Replanting kelapa sawit itu membutuhkan waktu paling tidak 4-5 tahun untuk bisa berproduksi pertama. Nah, sisa waktu untuk menunggu panen pertama itu sangat memungkinkan untuk ditanami padi atau tanaman lain," katanya.

Akan tetapi, kata dia, komoditas yang ditanam di lahan sawit tersebut harus sesuai dengan kondisi iklim pertanian setempat, yakni tanaman-tanaman pangan yang bisa ditanam pada lahan kering.

Dengan demikian, lanjut dia, tanaman padi yang bisa ditanam di lahan sawit berupa padi gogo.

"Kami punya pengalaman beberapa kali mengembangkan tanaman padi gogo kita di lahan kering, salah satunya di lahan kelapa sawit yang berlokasi di Pelalawan, Riau, pada 2019, dengan menanam padi gogo Inpago Unsoed 1," katanya.

Baca juga: Apkasindo usulkan skema kemitraan bagi pabrik sawit tanpa kebun

Menurut dia, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian sudah mengembangkan tanaman padi gogo pada lahan perkebunan di dua tempat, salah satunya Sukabumi, Jawa Barat.

Ia mengaku sangat mendukung kebijakan pemerintah melakukan penanaman padi di lahan kering maupun lahan kelapa sawit tersebut.

"Kalau istilah saya itu parikesit, pari (bahasa Jawa tanaman padi, red.) di tengah kelapa sawit. Ini sudah kami uji, tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit muda dan produktivitas," kata Guru Besar Fakultas Pertanian Unsoed itu.

Bahkan, kata dia, sisa pupuk yang diberikan pada tanaman padi dalam jangka panjang justru bisa dimanfaatkan oleh tanaman kelapa sawit ketikan penanaman padi dihentikan pada tahun keempat.

Ia mengatakan penanaman padi di lahan sawit juga membutuhkan teknologi khusus seperti bagaimana membenahi tanah sehingga bisa mendukung pertumbuhan padi atau tanaman pangan yang lain dengan produktivitas yang memadai.

Dengan teknologi penanaman padi tersebut, lanjut dia, memberikan ketahanan pangan dan ketersediaan pendapatan bagi pekebun sawit rakyat pada fase replanting.

"Pada fase replanting yang tadinya tidak mendapatkan income dari kelapa sawit, bisa mendapatkan income dari padi atau tanaman pangan. Pengalaman kami, kalau pekebun sawit rakyat itu minimal memiliki 3 hektare lahan sawit," katanya.

Dengan demikian, kata dia, pekebun tersebut bisa panen padi seluas 3 hektare dalam satu tahun ketika melakukan penanaman kembali sawitnya.

Baca juga: Kalsel tingkatkan produksi padi lewat “Kelapa Sawit Tumpang Sari”

Ia mengatakan berdasarkan pengalaman di Pelalawan, dari lahan seluas 1 hektare bisa menghasilkan 2,5 ton gabah kering panen (GKP), dalam satu tahun bisa memperoleh 7,5 ton GKP.

"Itu berarti bisa menjamin ketersediaan pangan di kebun-kebun sawit rakyat selama menunggu panen sawit pertama. Untuk kebun-kebun sawit industri atau perusahaan, ini akan membantu ketahanan pangan nasional, apalagi mereka memiliki lahan yang sangat luas," katanya.

Setelah ada pembenahan tanah yang memungkinkan penanaman padi atau tanaman pangan lain di lahan sawit yang telah dibuktikan dengan riset, dia mengharapkan ketika program pemerintah tersebut dilanjutkan tidak sekadar menjadi semacam program proyek yang kemudian berhenti saat tahun anggaran sudah berganti.

Oleh karena itu, kata dia, keterlibatan masyarakat setempat dan pendamping masyarakat seperti penyuluh pertanian lapangan (PPL) maupun PPL mandiri menjadi sangat penting untuk bersama-sama membangun ketahanan pangan berbasis perkebunan.

"Saya kira ini sebuah fenomena baru karena selama ini banyak teman-teman dari perkebunan yang menganggap bahwa wilayah perkebunan itu sangat berbeda dengan wilayah tanaman pangan, sehingga pada awalnya teman-teman perkebunan ini agak tidak respons dengan adanya ide produksi pangan di lahan-lahan perkebunan," katanya.

Ia mengaku optimistis penanaman padi atau tanaman pangan lainnya di lahan-lahan perkebunan tersebut menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan produksi pangan.

 

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024