Jakarta (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan langkah merger dari dua operator seluler (opsel) di Indonesia berpotensi dapat menciptakan investasi industri telekomunikasi atau telco berkelanjutan.

Adapun merger dua operator seluler yang dimaksud mengacu pada dukungan bersatunya XL Axiata dan Smartfren.

"Oh dampaknya bagus, nanti jadi ada tiga operator dan sehat. Saya minta jangan sampai ada perang harga. Supaya industri sehat, investasi berkelanjutan, perusahaannya pun lebih bagus," kata Budi menjelaskan dampak positif merger dua operator seluler di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Selasa. 

Baca juga: Menkominfo setujui ada opsel merger untuk industri makin sehat

Meski mendorong terjadinya merger di antara kedua operator seluler tersebut, Budi mengatakan tetap menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada kedua perusahaan. 

Hal itu menurut Budi harus diselesaikan lewat skema Bussiness-to-Business (B2B) yang tentunya masing-masing kepentingan harus terakomodasi. 

Usulan merger antara Smartfren dan XL Axiata sebenarnya sudah bergulir sejak 2023, bahkan Kementerian Kominfo mengaku telah melakukan komunikasi pada kedua perusahaan untuk mendorong pengambilan keputusan tersebut.

Baca juga: Menkominfo jelaskan perkembangan lelang frekuensi bagi opsel

Bahkan secara khusus Menkominfo pada akhir Maret 2024 kembali memberi pernyataan bahwa pihaknya memberikan restu untuk kedua operator seluler bisa melakukan konsolidasi.

Namun hingga saat ini keduanya tampak belum menunjukkan adanya langkah untuk mengambil aksi tersebut.

Menurut Budi, selain dapat meningkatkan kinerja perusahaan, nantinya apabila kedua perusahaan bergabung maka dapat berdampak juga pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

"Ujungnya kan ke pelayanan. Pokoknya kita harus meningkatkan terus pelayanan kita untuk memperbaiki kualitas (industri) telco atau opsel di Indonesia," kata Budi.

Baca juga: Deretan paket internet untuk sambut Lebaran 2024

Terkait dengan kondisi industri telekomunikasi, pada akhir November 2023 Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kondisi bisnis industri telekomunikasi tidak dalam kondisi baik.

Hal itu terjadi karena tidak berimbangnya antara pendapatan dan biaya yang harus dikeluarkan oleh operator.

Fachys dalam forum diskusi di Jakarta, Senin (13/11/2023) menjelaskan bahwa pendapatan industri operator seluler hanya tumbuh sekitar 5,6 persen secara rata-rata pada periode 2013 hingga 2022, sementara biaya regulatory charge yang terutama disumbangkan oleh biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi, tumbuh sekitar 12 persen. 

Hal ini dinilainya menyebabkan ketidakseimbangan antara pertumbuhan pendapatan dan biaya yang harus dibayarkan.

"Kalau mau sehat harus di bawah 10 persen pendapatan untuk regulatory charge. Regulatory charge tidak hanya frekuensi tetapi juga ada yang lainnya. Namun yang terbesar adalah frekuensi," kata Merza.

Baca juga: XL Axiata dukung program pemerintah untuk kemajuan telekomunikasi

Baca juga: XL Axiata perkuat jaringan di tiga jalur utama penyeberangan laut

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024