Jakarta (ANTARA) - Piala Asia U23 2024 adalah edisi keenam turnamen sepak bola U-23 yang juga penentu keikutsertaan tim-tim Asia dalam Olimpiade.

Turnamen ini digelar sejak 2013 ketika masih bernama Piala Asia U22. Sejak edisi 2016, turnamen ini bernama Piala Asia U23.

Para peserta edisi 2013 yang diadakan di Oman dari 11 sampai 26 Januari 2014, adalah hasil kualifikasi dari 16 Juni-15 Juli 2012.

Indonesia menjadi salah satu dari 41 tim yang mengikuti babak kualifikasi ini.

Hanya delapan tim yang berhak masuk putaran final, yang dua di antaranya dicomot dari tim-tim urutan ketiga terbaik.

Berada di Grup F, Indonesia finis urutan ketiga di bawah Jepang dan Australia.

Indonesia gagal mendapatkan salah satu dari dua jatah urutan ketiga terbaik karena menempati urutan keempat di bawah Oman, Yaman dan Malaysia. Oman dan Yaman lolos ke putaran final.

Pada 2016 ketika nama turnamen berubah menjadi Piala Asia U23, Qatar menjadi tuan rumah dan otomatis lolos putaran final.

Dalam babak kualifikasi yang diikuti 43 tim yang terbagi dalam 10 grup, Indonesia yang menjadi tuan rumah seluruh pertandingan Grup H, gagal masuk putaran final.

Garuda Muda kalah selisih gol dari 4 tim lain yang menduduki peringkat kedua dari masing-masing grup.

Dua tahun kemudian pada 2018 di China, Indonesia masuk grup kualifikasi bersama Malaysia, Thailand, dan Mongolia.

Tapi dalam babak kualifikasi Piala Asia U23 2018 ini, Indonesia hanya menempati urutan ketiga sehingga langsung tersingkir.

Malaysia lolos sebagai juara, dan Thailand lolos sebagai salah satu dari enam tim urutan kedua terbaik yang berhak masuk putaran final 2018.

Dua tahun kemudian Thailand menggelar Piala Asia U23 2020. Indonesia kembali tak bisa mengikutinya karena tampil mengecewakan selama kualifikasi.

Menempati Grup K bersama Vietnam, Thailand dan Brunei, Garuda Muda menjadi bulan-bulanan Thailand dan Vietnam, dan cuma menang dari tim paling lemah, Brunei.

Thailand dan Vietnam lolos ke putaran final 2020 yang dijuarai Korea Selatan setelah menaklukkan Arab Saudi dalam final.

Baca juga: Pemain Irak Muntadher: Indonesia adalah tim yang sangat kuat
Baca juga: Pelatih Irak sebut performa Indonesia di Piala Asia U-23 tak kebetulan
Baca juga: STY minta AFC terapkan sikap saling menghormati di Piala Asia U-23



Ampuh

Dua tahun kemudian Uzbekistan menjadi tuan rumah Piala Asia U23 2022. Dalam edisi pandemi ini Indonesia gagal mencapai putaran final karena dihentikan Australia dalam kualifikasi Grup G.

Dalam Grup G tadinya ada China dan Brunei, tapi keduanya mundur karena pandemi, sehingga tinggal Indonesia dan Australia yang diputuskan bertanding dua kali.

Indonesia kalah dalam kedua pertandingan ini sehingga untuk kelima kali gagal mengikuti Piala Asia U23.

Sebagian anggota skuad Indonesia U23 pada 2022 itu mengikuti lagi Piala Asia U23 2024 di Qatar. Kali ini mereka ditemani sejumlah pemain naturalisasi.

Menempati Grup K bersama Turkmenistan dan Taiwan, Garuda Muda menggebrak untuk kemudian lolos ke Qatar setelah memuncaki grup itu dengan dua kemenangan dan 11 gol tanpa pernah kebobolan, selama babak kualifikasi dari 6 sampai 12 September 2023.

Tim Asia Tenggara lain yang lolos dalam status juara grup adalah Vietnam dan Thailand.

Ternyata mengikutkan pemain-pemain naturalisasi yang semuanya berdarah Indonesia menjadi formula ampuh.

Indonesia melenggang sampai semifinal dan Kamis malam ini segera menghadapi Irak untuk memperebutkan tempat ketiga Piala Asia U23 2024, yang juga tiket otomatis ketiga ke Olimpiade Paris 2024.

Selama turnamen ini, Indonesia mencatat hasil lebih baik ketimbang Thailand dan Vietnam.

Selama fase grup, Garuda Muda dua kali menang dan sekali kalah. Catatan ini sama dengan Vietnam.

Tapi kinerja tim asuhan Shin Tae-yong lebih baik dibandingkan Thailand yang kalah dua kali sehingga tak bisa mencapai perempat final.

Produktivitas gol Garuda Muda pun lebih bagus. Kalau Indonesia U23 membuat catatan gol dan kebobolan Indonesia 5-3 atau sama dengan Vietnam, maka catatan Thailand adalah 2 gol dan 6 kebobolan.

Terhadap Vietnam pun lebih baik. Ketika Vietnam dihentikan Irak 0-1 dalam perempatfinal, Indonesia justru melaju ke semifinal setelah menumbangkan raksasa Asia, Korea Selatan, lewat adu penalti setelah seri 2-2 selama 120 menit.

Total gol yang dicetak Indonesia dan Vietnam sampai perempatfinal masing-masing 7 dan 5 gol.

Padahal tim-tim yang dihadapi Indonesia umumnya lebih berat ketimbang yang dihadapi kedua negara itu. Tapi hasil yang dicapai Garuda Muda amat mengagumkan.

Jika Thailand hanya mampu satu mengalahkan satu tim berperingkat lebih tinggi, yakni Irak, dan Vietnam bahkan tak mampu mengalahkan tim-tim berperingkat lebih atas dari mereka, maka Indonesia justru tiga kali mengalahkan tim berperingkat di atasnya.

Ketiga tim itu adalah Australia, Yordania, dan Korea Selatan, yang juga jauh di atas Vietnam dan Thailand.


Baca juga: Kemenpora gelar nobar galang dukungan Garuda Muda lolos Olimpiade
Baca juga: Presiden Jokowi pilih saksikan laga Indonesia vs Irak di kamar


Signifikan

Berdasarkan fakta-fakta itu, tak berlebihan jika Garuda Muda disebut telah mencapai kemajuan signifikan. Formula mengikutkan pemain-pemain naturalisasi ternyata membawa hasil positif.

Tak saja menghasilkan kemenangan yang lebih banyak, tapi juga mentransformasi Garuda Muda menjadi tim yang bermain atraktif.

Jika Garuda Muda mengalahkan Irak nanti malam, maka itu akan kian menguatkan pandangan bahwa timnas sepak bola kita semakin maju.

Ini juga akan semakin membuktikan bahwa formula Shin Tae-yong dalam melibatkan pemain-pemain naturalisasi, sudah tepat.

Jika sudah begitu, polemik pemain naturalisasi sudah waktunya diakhiri. Kalau hasilnya bagus, mengapa terus diperdebatkan?

Jika perkembangan sepak bola domestik yang menjadi kekhawatiran, bukankah hampir seluruh timnas di benua Afrika baik yang bertanding dalam level kontinental Afrika dan Piala Dunia, terdiri dari pemain-pemain yang bukan produk liga domestik mereka?

Bahkan tim-tim raksasa seperti Brazil, Argentina, Jepang dan Korea Selatan acap mengandalkan pemain-pemain berbasis di luar negeri. Tapi mereka tak pernah mendikotomikan lokal dan non lokal.

Mereka justru tergenjot menaikkan level liga domestik sampai semenarik liga-liga luar negeri, dengan mengelola liga dan manajemen sepak bolanya dengan lebih profesional.

Harap diingat, selama lima edisi sebelum Qatar 2024, Indonesia selalu gagal mengikuti Piala Asia U23.

Pengalaman lima edisi Piala Asia U23 itu mirip dengan perjalanan klub-klub liga Indonesia dalam Liga Champions Asia yang menjadi salah satu ukuran kemajuan sepak bola klub.

Sejak diadakan pada 1967 ketika masih bernama Asian Champion Club Tournament, tak ada satu pun klub Indonesia yang berbicara banyak dalam kompetisi ini.

Thailand dan Malaysia sudah pernah mengirimkan klub-klubnya ke partai puncak turnamen itu, bahkan klub-klub Thailand pernah dua kali mengangkat trofi kompetisi elite Asia itu.

Jadi, dengan riwayat yang tak terlalu menggembirakan itu, tak ada salahnya Indonesia melakukan terobosan, termasuk melibatkan pemain naturalisasi, agar hasil yang dicapai lebih bagus.

Lagi pula pecinta sepak bola Indonesia khususnya, dan rakyat Indonesia umumnya, sudah terlalu lama menunggu hadirnya tim sepak bola negeri sendiri yang berbicara banyak dalam turnamen-turnamen kelas atas.

Memang bukan satu-satunya formula sukses, tapi strategi melibatkan pemain-pemain yang memiliki tradisi sepak bola lebih maju dan profesional, adalah bagian dari keberhasilan Garuda Muda saat ini.

Seharusnya itu menjadi faktor pendorong, bukan dianggap faktor yang menggerogoti liga domestik yang ini pun masih sangat bisa diperdebatkan, mengingat masalah-masalah berat yang masih dihadapi sepak bola kita, termasuk dugaan mafia, sampai PSSI membentuk Satgas Anti Mafia Bola.


Baca juga: Erick ajak masyarakat doakan Garuda Muda lolos ke Olimpiade
Baca juga: Pengamat: Benahi pertahanan Garuda Muda untuk kalahkan Irak

Copyright © ANTARA 2024