Jakarta (ANTARA) - Setiap tanggal 2 Mei Bangsa Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Tak banyak masyarakat yang mengetahui bahwa Pemerintah menetapkan Hardiknas pertama kali pada 1959.

Hardiknas diperingati setiap tahun untuk menghargai pentingnya peran pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan dan memajukan bangsa, seperti yang termaktub pembukaan UUD 45 dan menghargai perjuangan pahlawan dalam memperjuangkan pendidikan Indonesia.

Tanggal 2 Mei yang merupakan tanggal lahir Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) menjelang pengujung Tahun 1959.

Walaupun Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga ningrat pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta, tetapi beliau lebih memilih berjuang untuk rakyat kebanyakan, berani menentang berbagai kebijakan diskriminatif pada pribumi dan keluarga miskin. Di antara slogan Ki Hajar Dewantara yang menjadi nilai penting dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah "Tut Wuri Handayani", berkonsep kepada kesadaran, kemauan, dan usaha bagi seorang guru untuk senantiasa mendorong timbulnya semangat, ide-ide dan kreativitas murid-muridnya untuk terus berani melangkah dan mengeksplorasi bakat minat yang dimilikinya.

Konsep Ki Hajar Dewantara yang menekankan pentingnya pendidikan mendorong ide-ide dan kreativitas anak didik untuk terus berani melangkah dan mengeksplorasi bakat minat yang dimilikinya, mulai direalisasikan setelah kemerdekaan, disempurnakan dari waktu ke waktu, dan semakin menemukan bentuknya setelah digulirkankannya Merdeka Belajar pada 2019.

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo menyatakan perubahan utama yang dihadirkan Kurikulum Merdeka adalah mengutamakan materi pembelajaran yang esensial untuk mendorong perkembangan anak berdasarkan minat dan bakat yang dimiliki.

Melalui Kurikulum Merdeka, guru tidak dibebani dengan terlalu banyak materi, sehingga bisa lebih fokus pada proses pembelajaran. Guru juga bisa fleksibel untuk menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan belajar murid, sehingga murid pun dapat menggali minat dan bakatnya lebih mendalam.

Perubahan kurikulum bukan sekadar perubahan administrasi semata, melainkan sebagai upaya untuk mentransformasi sekolah menjadi tempat di mana semua anak bisa mengoptimalkan minat, bakat, maupun potensi kecerdasan mereka agar dapat merasa diterima, dirawat, dan ditantang untuk tumbuh menjadi versi terbaik dari diri mereka.

Kurikulum Merdeka merupakan alat bantu bagi peserta didik agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah serta potensinya sejak dini. Fokus terhadap materi esensial menjadi nilai pembeda dari Kurikulum Merdeka dengan kurikulum sebelumnya. yang menganggap bahwa kurikulum unggul diukur berdasarkan banyaknya materi yang disampaikan kepada anak didik, sehingga memberikan kekuatan kepada anak didik menghadapi persoalan ke depan.

Untuk meringankan beban guru, dokumen yang wajib disusun hanya kurikulum operasional satuan pendidikan dan rencana pembelajaran (RPP). Kedua dokumen ini bisa dibuat secara sederhana. RPP, bahkan, boleh hanya satu halaman, sesuai Permendikbudristek No. 16/2022 tentang Standar Proses. Tidak ada kewajiban membuat modul ajar yang kompleks dalam implementasi Kurikulum Merdeka.

Dalam menyusun dokumen pembelajaran, guru juga tidak harus mulai dari nol. Beragam contoh kurikulum sekolah, RPP, modul, dan asesmen telah tersedia di PMM dan bisa digunakan secara langsung atau diadaptasi oleh guru. Guru dapat mempelajari cara menyusun dokumen pembelajaran Kurikulum Merdeka di panduan pembelajaran dan asesmen di laman kurikulum.kemdikbud.go.id.

Modul pelatihan di PMM disediakan untuk membantu guru belajar sesuai kebutuhan. Tidak ada kewajiban menyelesaikan semua atau sebanyak mungkin modul pelatihan. Hal yang jauh lebih penting adalah guru menggunakan materi yang dipelajari untuk melakukan refleksi dan perbaikan praktik pembelajaran.

Kurikulum Merdeka dirancang dengan prinsip sebagai berikut. Pertama, pengembangan karakter yang menekankan pada kompetensi spiritual, moral, sosial, dan emosional murid, baik dengan pengalokasian waktu khusus maupun secara terintegrasi dengan proses pembelajaran, seperti Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Kedua, fleksibel. Pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kompetensi murid, karakteristik satuan pendidikan, dan konteks lingkungan sosial budaya setempat. Ketiga, fokus pada muatan esensial sehingga berpusat pada muatan yang paling diperlukan untuk mengembangkan kompetensi dan karakter murid. Dengan demikian, tenaga pendidik memiliki waktu yang memadai untuk melakukan pembelajaran yang mendalam dan bermakna.

Satuan pendidikan dapat mempelajari dan mengakses informasi terkait implementasi Kurikulum Merdeka melalui PMM dan Permendikbudristek Nomor 12/2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Bagi satuan pendidikan yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka, pendaftaran implementasi dapat dilakukan mulai tanggal 27 Maret 2024 melalui PMM (guru.kemdikbud.go.id).

Selama ini masyarakat dapat mengakses Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 melalui laman jdih.kemdikbud.go.id. Kemendikbudristek juga menyediakan Pusat Layanan Bantuan (Helpdesk) melalui WhatsApp Pusat Layanan: 0812 8143 5091, Laman Informasi Kurikulum: kurikulum.kemdikbud.go.id.

Perubahan setelah penerapan Kurikulum Merdeka mulai banyak dirasakan dunia pendidikan, tetapi sebagai produk kebijakan tetap saja perlu dievaluasi untuk penyempurnaan apabila ada yang kurang. Banyak cara mengevaluasi penerapan Kurikulum Merdeka belajar dalam 5 tahun terakhir, di antaranya melakukan kompilasi penelitian-penelitian tentang implementasi merdeka belajar di lapangan dari para peneliti yang menyebar di banyak jurnal, kampus, lembaga riset, individu, dan lainnya.

Di antara implementasi Kurikulum Merdeka di sekolah dasar telah dievaluasi di beberapa daerah melalui pendekatan Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product). Evaluasi ini melibatkan evaluasi proses dan evaluasi produk.

Evaluasi proses melihat kegiatan pembelajaran, penanggung jawab pelaksanaan kurikulum, dan waktu pelaksanaan. Evaluasi produk menilai keberhasilan kurikulum dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka di sekolah dasar cukup berhasil menciptakan semacam formula pendidikan yang memerdekakan, namun masih terdapat beberapa indikator yang perlu diperbaiki.

Hambatan dalam pelaksanaan kurikulum meliputi kurangnya kapasitas guru, kendala waktu dan kemahiran teknologi, serta kebutuhan bantuan siswa. Kesimpulannya, Kurikulum Merdeka telah diterapkan dengan cukup berhasil dan efisien, namun masih perlu pengembangan. Evaluasi CIPP dapat digunakan sebagai alat untuk melihat konteks, input, proses, dan evaluasi produk dalam implementasi kurikulum.

 

M. Aminudin*)  adalah peneliti senior pada Institute for Strategic and Development Studies (ISDS), pernah menjabat sebagai Staf Ahli Pusat Pengkajian MPR RI tahun 2005/ Staf Ahli DPR RI 2008, Pengurus Pusat Ikatan alumni UNAIR, Entreneurship Depart.)

 

Copyright © ANTARA 2024