Apa yang kami lakukan untuk memulihkan hutan sehingga aliran sungai tetap terjaga dan masyarakat bisa memperoleh hasilnya,
Sentani (ANTARA) - Pegunungan Cycloop terbentang kurang lebih 78 kilometer dari Pasir Enam Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, hingga ke Kampung Maribu, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Masyarakat setempat menyebutnya Pegunungan Dobonsolo, Pegunungan Dafonsoro, atau Pegunungan Robhong Holo.

Pegunungan Cycloop sejak zaman dahulu menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Kawasan ini juga menjadi rumah bagi berbagai flora maupun fauna endemik Papua. Hutannya yang lebat menyimpan miliaran liter air bagi kebutuhan makhluk hidup, terutama manusia yang berada di Jayapura.

Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup pada tahun lalu menanam 20.000 pohon bambu sejauh 78 kilometer untuk menyelamatkan kawasan Cagar Alam Pegunungan (CAP) Cycloop. Bambu-bambu tersebut akan menjadi pembatas antara kawasan konservasi atau perlindungan dan area aktivitas masyarakat.

Selain penanaman bambu oleh Pemerintah, berbagai organisasi kemasyarakatan yang didukung oleh masyarakat adat pun mulai menanam beragam pohon di kawasan CAP Cycloop maupun di bantaran sungai. Hal ini dilakukan untuk menjaga ekosistem hutan serta menjaga sumber air bersih di kawasan CAP Cycloop.

“Kami harap kawasan CAP Cycloop tetap steril dari aktivitas apa pun sehingga sumber air bagi masyarakat tetap terjaga,” kata Ketua Pemuda Peduli Lingkungan Hidup (PPLH) Kabupaten Jayapura Manase Bernard Taime

Pegunungan Cycloop ditetapkan sebagai kawasan cagar alam sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Nomor 56/Kpts/Um/1/1978 tanggal 26 Januari 1978 dan ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 365/Kpts-II/1987 tanggal 18 November 1987 dengan luas 22.500 hektare untuk menjadi kawasan cagar alam.

Atas penatapan tersebut, kawasan CAP Cycloop seharusnya tidak boleh ada aktivitas di area tersebut karena akan mengganggu ekosistem serta ketersediaan air bersih bagi kebutuhan makhluk hidup terutama manusia. Namun, ternyata masih ada sekelompok masyarakat yang melakukan aktivitas perkebunan di kawasan itu, yang dikhawatirkan lambat laut mengganggu ekosistem, ketersediaan air, bahkan memicu banjir.

Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Imbi Numbay Daniel Toto sudah mengingatkan berulang kali kepada mereka untuk menghentikan aktivitas di CAP Cycloop tetapi mereka mengabaikan.

Oleh karena itu, harus ada penegakan hukum yang tegas berupa sanksi pidana maupun denda kepada siapa saja yang merusak kawasan CAP Cycloop.

“Kami lihat sanksi kurungan dan denda sepertinya tidak ada sehingga mereka (masyarakat yang berkebun) seenaknya merusak kawasan Cycloop,” ujarnya.


Dampak perambahan

Akibat perambahan di kawasan CAP Cycloop, yakni pohon-pohon ditebang dialihfungsikan menjadi kebun, dampaknya sungai-sungai atau kali yang selama ini aliran airnya deras, mulai mengecil dan itu berlangsung hingga saat ini.

Puncak dari perambahan yang terus-menerus itu berakibat fatal. Pada 16 Maret 2019 terjadi  banjir bandang dahsyat yang menerjang Kota Sentani dan sekitarnya sehingga banyak korban jiwa dan kehilangan harta benda.

Setelah bencana banjir bandang besar itu, pemulihan ekosistem mulai dilakukan oleh berbagai komponen masyarakat dan Pemerintah, dengan tujuan menjaga kelestarian kawasan CAP Cycloop, warisan alam yang tak ternilai harganya itu.

PT Freeport Indonesia bersama dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Mamberamo Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI berusaha menyelamatkan daerah aliran sungai di Jayapura dengan menanam berbagai pohon. Hal itu dilakukan untuk mengembalikan fungsi hutan dan sungai, agar ketersediaan air tetap melimpah.

Bibit yang disediakan oleh perusahaan itu dan BPDAS Mamberamo untuk penanaman di kawasan aliran Sungai Kampung Sosiri Distrik Waibu Kabupaten Jayapura sebanyak 1.100 pohon per hektare. Pohon-pohon yang ditanam meliputi merbau (kayu besi), jati putih, matoa, duku, mangga, dan pinang.

“Apa yang kami lakukan untuk memulihkan hutan sehingga aliran sungai tetap terjaga dan masyarakat bisa memperoleh hasilnya,” kata Kepala BPDAS Mamberamo KLHK RI Irwan Valentino.


Perda CAP Cycloop

Guna mengamankan kawasan CAP Cycloop, Pemerintah Kabupaten Jayapura menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Setahun kemudian, Pemerintah Kota Jayapura juga mengeluarkan Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Cycloop.

Dengan dua perda di Kabupaten dan Kota Jayapura, masyarakat seharusnya sudah tidak dapat melaksanakan aktivitas apa pun di dalam kawasan CAP Cycloop. Namun kenyataannya, baik di "urat" CAP Cycloop Kabupaten maupun Kota Jayapura tetap saja ada aktivitas perambahan akibat belum ada sanksi hukum yang tegas.

“Masalah ini memang ini harus diatasi serius demi keberlangsungan Cycloop ke depan supaya tidak lagi dirusak yang berakibat fatal, seperti banjir dan aliran sungai mengering. Kedua bencana ini telah terjadi,” kata Penjabat Bupati Jayapura Triwarno Purnomo.

Oleh karena itu pihaknya bersama Pemerintah Kota Jayapura segera merumuskan langkah-langkah konkret, terutama untuk memberikan sanksi tegas kepada siapa saja yang merusak kawasan CAP Cycloop.

Pegunungan Cycloop menjadi satu dari beberapa kawasan konservasi hutan di Indonesia yang wajib dilindungi karena masuk dalam penyumbang oksigen bagi dunia atau paru-paru dunia. Indonesia saat ini merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis ketiga terluas di dunia setelah Brazil dan Kongo.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2023, sebanyak 59 persen daratan di Indonesia adalah hutan tropis, yang merupakan 10 persen dari total luas hutan di dunia. Luas lahan hutan seluruh daratan Indonesia sebesar 95,6 juta hektare, dengan 92,5 persen di antaranya atau sebesar 88,4 juta hektare berada di dalam kawasan hutan.

Oleh karena itu, menjaga kawasan CAP Cycloop, selain demi menyelamatkan warga Jayapura, juga wujud nyata Indonesia merawat ekosistem dunia.

Editor: Achmad Zaenal M

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024