Solidnya pertumbuhan ekonomi di triwulan I tersebut juga dikonfirmasi oleh berbagai lembaga rating yang memberikan asesmen positif
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I-2024 yang tercatat 5,11 persen secara tahunan (yoy) merupakan pertumbuhan triwulan I tertinggi sejak tahun 2015.

“Solidnya pertumbuhan ekonomi di triwulan I tersebut juga dikonfirmasi oleh berbagai lembaga rating yang memberikan asesmen positif bahwa ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil,” kata Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Hal itu Ia sampaikan saat bertemu dengan Wakil Kanselir dan Menteri Ekonomi dan Aksi Iklim Republik Federal Jerman Robert Habeck dalam pertemuan bilateral di Berlin, Jerman.

Airlangga menilai, capaian pertumbuhan ekonomi nasional juga semakin berkualitas, tercermin dari data ketenagakerjaan per Februari 2024 yang juga dirilis hari ini.

Jumlah penduduk yang bekerja bertambah 3,55 juta orang menjadi 142,18 juta orang dibandingkan Februari 2023, sementara jumlah pengangguran berkurang sebesar 0,79 juta orang menjadi 7,2 juta orang dibandingkan Februari 2023. Proporsi pekerja formal meningkat menjadi 40,83 persen, lebih tinggi dari Februari 2023 (39,88 persen) yang utamanya didorong oleh meningkatnya pekerja dengan status buruh, karyawan, atau pegawai yang tumbuh sebesar 2,66 persen (yoy).

Dari sisi pengeluaran, tingginya realisasi berbagai belanja Pemerintah terutama untuk belanja Pemilu 2024 telah mendorong Konsumsi Pemerintah tumbuh mencapai 19,9 persen (yoy). Hal tersebut juga tercermin dari Konsumsi Lembaga Non-Profit Rumah Tangga (LNPRT) yang tumbuh melejit hingga 24,29 persen (yoy) yang disebabkan adanya kegiatan pemilu.

Selain itu, lanjut Airlangga, Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) masih menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, meski di tengah net ekspor yang negatif. Kondisi tersebut menunjukkan permintaan domestik yang masih kuat dan didukung oleh kebijakan fiskal sebagai shock absorder dalam merespons kondisi ketidakpastian global yang terjadi saat ini.

Dengan berbagai capaian kondisi perekonomian tersebut, Airlangga menilai Indonesia mampu menjadi salah satu negara yang tumbuh kuat dan persisten berada di level yang tinggi dibandingkan dengan sejumlah negara lain seperti Malaysia (3.9 persen), Korea Selatan (3.4 persen), Singapura (2.7 persen), dan Meksiko (1.6 persen).

Pertumbuhan ekonomi nasional tersebut juga disertai dengan tingkat inflasi yang rendah dan terkendali sebesar 3,0 persen atau lebih rendah dibandingkan sejumlah negara lain seperti India (4.9 persen), Brasil (3.9 persen), dan Filipina (3.7 persen).

Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan bahwa ke depan untuk sisa periode tahun 2024, kondisi perekonomian global diestimasi masih menghadapi ketidakpastian yang dipicu oleh kebijakan suku bunga yang tinggi, peningkatan tensi geopolitik, hingga pelemahan permintaan global.

Kendatipun, berdasarkan publikasi ​Dana Moneter Internasional (IMF) April 2024, perekonomian nasional tahun 2024 diproyeksikan akan tetap resilien pada kisaran 5 persen dan pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan serta melampaui proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan rata-rata negara berkembang.

Sebagai upaya dalam menjaga pertumbuhan ekonomi tersebut, Pemerintah telah mencanangkan sejumlah strategi mulai dari menjaga daya beli dan stabilitas harga melalui kebijakan bantuan sosial (bansos), insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) Properti, pengendalian inflasi dengan 4K, menjaga ketahanan sektor eksternal melalui optimalisasi penerimaan DHE SDA dan memperkuat implementasi LCT, hingga mengakselerasi kinerja kebijakan sektoral lainnya melalui peningkatan nilai tambah dengan hilirisasi dan percepatan transisi energi dengan Electric Vehicle (EV).

Dalam pertemuan di Berlin tersebut, Airlangga menggarisbawahi pentingnya penyelesaian perundingan IEU-CEPA dalam waktu dekat, dengan memperhatikan asas keadilan dan kemakmuran.

Ia juga mengangkat isu terkait kebijakan deforestasi Uni Eropa atau EU Deforestation Regulation (EUDR) yang perlu memperhatikan aspirasi dari negara-negara yang masih memiliki hutan alami, serta pembahasan kerjasama pengembangan ekosistem semikonduktor di Indonesia.

Pertemuan antara dua negara ekonomi terbesar di ASEAN dan Eropa itu membahas berbagai kerjasama di bidang industri, perdagangan dan investasi, energi dan pengembangan sumber daya manusia.

Baca juga: Sumbang 19,28 persen, industri pengolahan jadi penggerak ekonomi RI
Baca juga: Wamenkeu: Pertumbuhan ekonomi 5,11 persen jadi basis yang baik
Baca juga: Menkeu: RI mampu jaga pertumbuhan ekonomi tetap kuat pada triwulan I

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024