Jakarta (ANTARA News) - Untuk pertama kalinya, DPR secara resmi memberikan restu politik atas prakarsa pemerintah mengirimkan misi militer ke Lebanon untuk membantu memelihara perdamaian ke kawasan Timur Tengah itu, sebagai perwujudan pelaksanaan amanat UUD 1945 tentang politik luar negeri bangsa Indonesia. Hal itu menjadi satu dari dua menu utama pembicaraan konsultasi antara pemerintah dan DPR yang diadakan di Ruang Pustakaloka DPR, Jakarta, Senin malam. Pemerintah dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, didampingi Wakil Presiden, Jusuf Kalla, ketiga menteri koordinator, serta para menteri terkait. Sementara itu, DPR dipimpin Ketua DPR, Agung Laksono, seluruh pemimpin fraksi di DPR. Dalam jumpa persnya, Agung Laksono yang mengungkapkan hal ini terlebih dahulu sebelum Yudhoyono memberikan tanggapannya. Hal lain yang dibahas dalam rapat itu, paket RUU Perpajakan, yang diajukan atas inisiatif pemerintah kepada DPR. Belakangan, surat Menteri Keuangan tentang hal ini dianggap menimbulkan gangguan pembahasan peneluran UU Perpajakan yang baru, karena itulah pemerintah bersepakat menarik kembali surat itu. Namun, dukungan politik itu diberikan dengan sejumlah catatan, yaitu dalam hal teknis, mandat yang dikuasakan kepada pasukan pemelihara perdamaian dimana Indonesia menjadi komponennya, dan anggaran yang perlu dikeluarkan terlebih dahulu oleh pemerintah. "DPR sepakat mendukung langkah pemerintah melaksanakan tugas PBB dalam misi pemelihara perdamaian PBB di Lebanon," katanya. Dalam konflik Timur Tengah, keterlibatan Indonesia pada misi perdamaian di bawah payung pasukan "baret biru" PBB, bukan baru sekali ini. Pada dasawarsa `60-an, satu batalion TNI digelar di Mesir di bawah kepemimpinan Mayor Jenderal TNI Rais Abin, untuk membantu memelihara perdamaian akibat pertikaian Mesir-Israel. Rais Abin yang memimpin Kontingen Garuda III, bahkan memimpin seluruh kontingen militer negara-negara PBB yang mengirimkan pasukannya ke dalam pasukan PBB itu. Rais dinilai PBB sukses menjalankan tugasnya; dan inilah prestasi tertinggi yang pertama sekaligus terakhir bagi Indonesia dalam diplomasi militer luar negeri di palagan internasional. Menanggapi restu politik DPR itu, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Boediono, yang serta dalam rapat konsultasi itu, menyatakan, masalah itu akan dibicarakan dalam pembahasan yang lebih rinci di tingkat lebih bawah lagi. "Yang penting, kita menunggu dulu permintaan resmi oleh PBB," katanya. Menanggapi hal itu, Menteri Pertahanan, Juwono Sudarsono, seusai rapat konsultasi selama dua setengah jam itu, menyatakan, jumlah anggaran talangan yang diperlukan untuk mengirimkan 1.000 personel militer Indonesia membengkak menjadi Rp383 miliar dari semula hanya Rp374 miliar. Dana sejumlah itu, katanya, diperlukan untuk menalangi terlebih dahulu berbagai keperluan yang harus dikeluarkan negara pengirim kontingen ke dalam misi UN Interim Force In Lebanon (UNIFIL). Semua negara yang ditunjuk atau mengajukan diri tergabung dalam misi ini juga diperlakukan sama. "PBB pasti membayar kembali semua pengeluaran yang kita pakai. Hanya saja ini memerlukan waktu sekitar 60 hari kerja. Yang tidak ditalangi adalah pembelian alat kesenjataan di luar yang terdapat dalam daftar persenjataan organik," katanya. Senin malam waktu Indonesia atau kemarin siang (Minggu siang) waktu New York, katanya, Departemen Operasi Pasukan Perdamaian Dewan Keamanan PBB sedang berapat membahas mandat dan hal-hal lain yang harus segera diputuskan dalam penggelaran pasukan UNIFIL di Lebanon itu.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006