Jakarta (ANTARA) - Industri kelapa sawit Indonesia diprediksi menghadapi tiga tantangan yang cukup krusial di masa mendatang.

Tantangan pertama berasal dari isu negatif dari kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit, seperti isu lingkungan terkait dengan peralihan lahan, deforestasi, dan berkurangnya biodiversitas (keragaman hayati) akibat ekspansi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit (Oosterveer 2015; Saswattecha et al. 2015; Nambiappan et al. 2018) dan konflik sosial yang potensial terjadi di lingkungan masyarakat (Rist et al. 2010; Amalia et al. 2019).

Selain itu, tantangan lainnya juga timbul, yaitu pelarangan impor kelapa sawit oleh negara tujuan untuk mempertimbangkan isu kesehatan, lingkungan, perlindungan hewan, dan isu negatif di bidang sosial (Rifin et al. 2020).

Perubahan iklim turut menjadi tantangan industri karena dapat mempengaruhi tingkat produksi kelapa sawit di masa mendatang (Paterson dan Lim 2018).

Ketiga tantangan yang telah dijabarkan harus dapat diatasi, agar manfaat dari adanya industri kelapa sawit dapat dirasakan oleh masyarakat luas, terutama dari kalangan petani kecil. Hal ini dikarenakan keberadaan perkebunan kelapa sawit dapat menciptakan peningkatan taraf hidup dan pendapatan rumah tangga petani kelapa sawit serta dapat mengembangkan suatu wilayah (Suroso dan Ramadhan, 2014 ; Yutika et al. 2019; Acosta dan Curt, 2019).

Oleh karena itu, ketiga tantangan tersebut perlu diatasi oleh industri kelapa sawit Indonesia agar tetap memberikan manfaat ekonomi yang baik dan kompetitif di pasar global.

Untuk menguatkan industri kelapa sawit Indonesia atas tantangan-tantangan yang dihadapi, analitika bisnis dapat digunakan untuk mengungkapkan solusi atas suatu permasalahan.

Analitika bisnis adalah suatu ilmu yang mengintegrasikan penggunaan data, teknologi informasi, analisis statistik, metode kuantitatif, dan model berbasis pendekatan matematika atau komputer yang dapat memecahkan suatu permasalahan dan menghasilkan solusi bagi bisnis, serta membantu manajer memperoleh insight (wawasan) tentang operasi bisnis dan membuat keputusan yang lebih baik berbasis fakta.

Dalam konteks industri kelapa sawit, praktik analitika bisnis ini telah banyak ditemukan, baik itu dari sisi deskriptif, prediktif maupun dari sisi preskriptif.

Dari sisi deskriptif, Tandra et al. (2022) melakukan analisis pemetaan posisi persaingan Indonesia melalui integrasi Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) dan Trade Balance Index (TBI). Hasil analisisnya menunjukkan bahwa Indonesia masih unggul secara kompetitif pada pasar minyak sawit mentah dan rafinasi dari periode 1996−2019.

Pada konteks perusahaan, Suroso et al. (2020) mendeskripsikan bahwa perusahaan-perusahaan kelapa sawit di Indonesia memiliki tingkat efisiensi kinerja yang fluktuatif melalui metode PROMETHEE (Preference Ranking Organization Method for Enrichment of Evaluations) --metode yang dirancang untuk membantu pemangku kepentingan mengambil keputusan multi-kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat persaingan yang cukup kompetitif dalam industri kelapa sawit Indonesia pada lingkup domestik.

Analisis prediktif juga dapat dilakukan untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri kelapa sawit dalam konteks daya saing, seperti populasi, tingkat impor minyak nabati dan hewani, PDB per kapita, sertifikasi berkelanjutan, nilai ekspor, nilai impor produk substitusi, jumlah pabrik kelapa sawit, harga produk substitusi, dan nilai tukar (Rosyadi et al. 2021; Tandra et al. 2022; Yanita et al. 2020).

Analitika bisnis dari jenis analisis preskriptif juga menciptakan rekomendasi untuk pengembangan kinerja industri yang lebih baik di masa mendatang. Suroso et al. (2021) menunjukkan bahwa isu keberlanjutan dan risiko investasi mempengaruhi keputusan untuk melakukan pemilihan investasi pada perusahaan kelapa sawit, sehingga perlu dipertimbangkan untuk memilih saham perusahaan kelapa sawit yang tepat.

Seluruh hasil dalam penerapan analitika bisnis ini dapat diintegrasikan untuk menentukan langkah penguatan daya saing industri kelapa sawit Indonesia. Suroso (2008) mengungkapkan bahwa pengembangan industri kelapa sawit harus diprioritaskan dibandingkan industri lainnya yang dalam hal ini pada studi pengembangan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

Beberapa langkah dapat dilakukan berdasarkan dari integrasi antarjenis analitika bisnis, di antaranya implementasi moratorium kelapa sawit Indonesia yang diiringi dengan peremajaan perkebunan kelapa sawit, menciptakan atmosfer industri sawit berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi sebagai indikator prioritas, selain prioritas lingkungan dan sosial, pengaplikasian teknologi informasi yang melibatkan petani kelapa sawit dalam proses sertifikasi berkelanjutan, memaksimalkan upaya ekspor ke beberapa negara tujuan yang potensial.

Langkah lain adalah peningkatan infrastruktur dan logistik untuk mempertahankan kinerja ekspor, adopsi precision agriculture di perkebunan kelapa sawit, dan penguatan hilirisasi sawit dengan penerapan analitika bisnis.

Beberapa langkah tersebut dapat dipertimbangkan sebagai solusi untuk menciptakan industri kelapa sawit Indonesia yang lebih kompetitif di masa mendatang.

Melalui analisis baik itu secara deskriptif, prediktif, dan preskriptif yang mendalam terhadap permasalahan dalam industri kelapa sawit Indonesia, maka kinerja industri kelapa sawit, khususnya daya saing, dapat ditingkatkan.

Hal ini berimplikasi kepada kinerja industri kelapa sawit Indonesia yang menjadi terarah dan menghasilkan kolaborasi yang erat antarpemangku kepentingan industri kelapa sawit untuk berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi, peningkatan sosial dan manfaat lingkungan.


*) Prof. Dr. Arif Imam Suroso, Guru Besar Analitika Bisnis IPB University

 

Copyright © ANTARA 2024