Mitigasinya, menjaga lingkungan, khusus yang kondisi ekstrem dengan melakukan penanaman pohon. Memberikan kesadaran kepada masyarakat agar tidak membuka lahan tanpa memperhitungkan aspek lingkungannya
Makassar (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengajak masyarakat melakukan mitigasi bencana, mengingat rangkaian bencana alam banjir dan tanah longsor terjadi akhir-akhir ini pada sejumlah daerah di provinsi itu.

"Mitigasi memang suatu hal yang sangat penting. Karena kita sebenarnya tidak pernah berkeinginan ada tanggap darurat, karena pasti ada korban baik jiwa maupun harta," ujar Kepala Pelaksana BPBD Sulsel Amson Padolo saat dikonfirmasi, Jumat.

Menurutnya, langkah mitigasi atau pencegahan dini bencana dapat dilaksanakan bukan hanya pemerintah atau instansi terkait, tetapi juga masyarakat. 

"Mitigasinya, menjaga lingkungan, khusus yang kondisi ekstrem dengan melakukan penanaman pohon. Memberikan kesadaran kepada masyarakat agar tidak membuka lahan tanpa memperhitungkan aspek lingkungannya," kata Amson.

Selanjutnya masyarakat juga diimbau tidak menggunakan zat Kimia seperti pestisida secara berlebihan dengan sembarang, sehingga dampaknya akan menghilangkan unsur hara tanah. Begitu pula tidak membangun pemukiman di lokasi rawan bencana yang berpotensi banjir dan tanah longsor.

Baca juga: Basarnas Makassar kerahkan puluhan personel bantu atasi bencana Sulsel

"Kami pun menyarankan masyarakat tidak membangun tempat tinggal di lokasi yang ekstrem dan merelokasi apabila ada yang tinggal pada tempat tersebut. Membentuk masyarakat tangguh bencana, memetakan lokasi bencana, serta membangun penahan ombak atau banjir," paparnya.

Menanggapi rentetan bencana alam di Sulsel, Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin (Unhas) Ilham Alimuddin mengungkapkan bencana banjir dan longsor yang terjadi pada tujuh kabupaten di Sulsel selain cuaca ekstrim, juga dampak dari kerusakan lingkungan.

Luasnya areal terdampak bencana hingga mengakibatkan korban jiwa dan harta benda, kata dia, salah satu kekurangannya adalah langkah mitigasi bencana masih sangat minim.

Menurut dia, pemerintah daerah (pemda) baru ramai membahas setelah bencana terjadi dengan membentuk satgas tanggap darurat berencana, padahal investasi dengan mitigasi diperlukan, tapi tidak jalan sebagai antisipasi pencegahan kebencanaan.

Baca juga: Delapan warga meninggal akibat bencana tanah longsor di Sulsel

"Diperlukan saat ini adalah kampanye mitigasi. Kami sudah melakukan untuk membantu pemda dengan menyusun dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB). KRB ini sebenarnya amanah undang-undang, tetapi banyak daerah tidak membuat dokumen itu," katanya. 

Apabila dokumen KRB itu ada, lanjut dia, tiap daerah sudah mempunyai langkah pencegahan serta edukasi. Selain itu pemda juga akan punya sistem pencegahan dini agar tidak memakan korban jiwa maupun meminimalisir kerusakan dampak bencana.

Perubahan alih fungsi lahan, ungkap dia, juga berpengaruh terhadap terjadi bencana, bukan hanya disebabkan cuaca ekstrem dengan intensitas sedang-tinggi pada daerah tertentu.

Baca juga: Akses jalan 3 kabupaten di Sulsel terputus akibat longsor di Enrekang

"Dapat kita lihat bersama bencana alam banjir maupun longsor itu semakin meluas. Padahal, dulunya tidak begitu, sebab 10 tahun lalu tutupan lahan kita masih banyak yang hijau serta vegetasinya masih lebat," papar Ilham.

Perubahan itu berkaitan dengan laju urbanisasi, pembangunan pemukiman makin masif yang membutuhkan lahan sehingga terjadi alih fungsi. Begitu pula aktivitas tambang bertambah, termasuk pembukaan lahan pertanian dan perkebunan, misalnya di Enrekang perkebunan bawang dan lahan merica di Kabupaten Luwu.

"Bila melihat lokasi bencana di Luwu, apakah lima sampai 10 tahun lalu aktivitas alih lahan itu memberikan dampak signifikan dengan bencana kali ini terjadi. Belum lagi contohnya sungai yang dulunya lebar, kini menyempit, diduga terjadi pendangkalan akibat sedimen dari atas (hulu)," katanya.

Baca juga: BPBD Sulsel: Empat tewas akibat tertimbun tanah longsor di Luwu

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024