Cianjur (ANTARA) - Sumur bor menjadi jaminan bagi warga yang tinggal di sejumlah kecamatan di Cianjur, Jawa Barat, untuk mendapat pasokan air bersih setelah gempa 5,6 magnitudo pada 2022, yang menyebabkan sumber mata air seakan menghilang, seiring munculnya patahan Cugenang.

Puluhan sumur bor yang dibangun berbagai kalangan, mulai dari Kementerian PUPR, Pemkab Cianjur, PMI kota/kabupaten Se-Indonesia, menjadi jawaban atas doa yang terucap dari masyarakat yang tinggal di kecamatan terdampak, terutama Cugenang, Pacet dan Warungkondang.

Keberadaan sumur bor menjadi pasokan air baru bagi sebagian besar warga yang kesulitan mendapatkan sumber air, meski perkampungan mereka terpisah beberapa kilometer dari kaki gunung Gede-Pangrango yang memiliki sumber air alami.

Saat ini sudah lebih dari 37 titik sumur bor baru dibangun untuk mengatasi kesulitan air yang sangat memberatkan warga, dimana sumber air tersebut dikelola bersama masyarakat.

Sulitnya mendapatkan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dan menyirami tanaman, seperti di sejumlah desa di Kecamatan Cugenang yang terletak di bawah kaki gunung, bukan karangan masyarakat untuk mendapat perhatian berbagai kalangan, termasuk pemerintah.

Ratusan meter, bahkan hitungan puluhan kilometer pipa dan slang terpasang dari sumur bor yang dibangun, mulai dari Desa Sukajaya, Sukamulya, Talaga-Kecamatan Cugenang, digantikan pipa dan meteran air layaknya pelanggan perusahaan daerah air minum di perkotaan.

Karena dekatnya sumur bor yang dibangun itu, membuat warga lebih mudah melakukan pemeliharaan dan perawatan jika dibandingkan dengan mengandalkan sumber air alami dari mata air yang membutuhkan pipa dan slang hingga puluhan kilometer.

Setiap bulan rumah yang terpasang pipa air dari sumur bor yang dikelola bersama masyarakat hanya dikenakan biaya sesuai kemampuan, dengan patokan Rp 2.000 per kubik atau Rp15 ribu per bulan, sesuai kesepakatan warga yang berlangganan dengan pengelola.

Tertatanya pengelolaan air bersama masyarakat ini menjadi sumber pendapatan bagi pengelola, karang taruna, untuk melakukan pemeliharaan jaringan dan perbaikan saluran, termasuk untuk operasional setiap kegiatan yang dilakukan bersama warga sebagai pelanggan air.

Pemasangan jaringan baru ke rumah warga, tidak dipatok seperti sambungan baru PDAM, dan harga disesuaikan dengan kemampuan warga, mulai dari Rp100 ribu sampai dengan Rp300 ribu dengan berbagai ketentuan, ketika hanya terpasang untuk rumah tidak digunakan untuk pertanian.

Pengelolaan air bersama masyarakat itu sudah berjalan sejak dua tahun terakhir karena sulitnya mendapatkan sumber air dangkal atau sumber air atas untuk kebutuhan rumah dan pertanian yang sebelumnya mengandalkan air hujan atau air sungai.

Seiring masuknya musim kemarau Tahun 2024, Pemkab Cianjur, kembali menambah sumur bor dengan jumlah sesuai permintaan dari wilayah terdampak, terutama di bawah kaki gunung yang kehilangan sumber mata air setelah gempa melanda Cianjur dan wilayah selatan.

Solusi dari dampak kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah utara dan selatan Cianjur, menurut kajian Pemkab Cianjur, adalah pembangunan sumur bor yang dilakukan disperkimtan, yang setelah pembangunannya selesai, pengelolaannya diserahkan ke masyarakat.

Hilangnya sumber mata air di kaki gunung di wilayah utara Cianjur akibat gempa bukan karena rusaknya hutan di bagian hulu yang sampai saat ini masih tertata dengan baik, bahkan menjadi sumber air bagi warga Cianjur.

Karena banyak patahan baru membuat sumber mata air di kaki gunung yang seharusnya deras terserap ke bagian bawah tidak muncul ke permukaan, sehingga air dasar dan air atas hilang.

Pemerintah daerah terus menambah sumur bor guna mengatasi kesulitan warga di pedesaan untuk mendapatkan air bersih, termasuk di perkotaan, melalui Perumdam Tirta Mukti Cianjur, dengan 5.000 sambungan gratis.

Untuk pemasangan sambungan air yang seharusnya dikenai senilai Rp1 juta lebih itu, diberikan secara cuma-cuma alias gratis sebagai upaya pemerintah daerah dalam meringankan beban warga dan guna memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga di Cianjur.

Pemkab Cianjur berharap dengan sambungan air gratis yang diberikan, warga dapat menggunakan air sesuai kebutuhan dan tidak menggunakan air itu untuk mencuci kendaraan.

Seiring mengalirnya air ke rumah warga, dapat meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan warga karena tidak perlu lagi keluar rumah guna mendapat pasokan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Kebutuhan air bersih warga di sejumlah wilayah yang tidak terjangkau perumdam, seperti di kecamatan terdampak gempa, pemkab telah membangun sejumlah sumur bor beserta pipanisasi yang terhubung langsung ke rumah warga dan dikelola bersama.
 
Bak penampungan di kaki gunung Gede-Pangrango tepatnya di Kampung Pasir Taman, Desa Sukamulya, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, merupakan sumber mata air bersih warga di empat desa.(ANTARA/Ahmad Fikri). (Ahmad Fikri)

Bak penampungan besar dari sumber mata air di bawah kaki gunung yang sudah berdiri sejak puluhan tahun lalu tetap menjadi andalan warga di sejumlah desa di Kecamatan Cugenang yang merupakan pusat gempa 5,6 magnitudo, untuk keperluan pertanian.

Ratusan pipa dan slang terpasang di bak penampungan yang dibangun secara swadaya bersama masyarakat dari empat desa sejak puluhan tahun lalu, sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dan pertanian di Desa Cirumput, Sukamulya, Galudra, dan Mangun.

Slang dan pipa yang terpasang di bak penampungan besar membentang hingga belasan kilometer untuk sampai ke rumah dan kebun warga, dimana mengalirnya air secara alami atau memanfaatkan gaya gravitasi tanpa mengandalkan listrik karena berasal dari mata air dengan debit tinggi.

Banyaknya pipa yang membentang untuk sampai ke perkampungan menjadi pemandangan menarik bagi pendatang atau warga yang melintas karena perkampungan yang terletak di bawah kaki gunung identik dengan mudahnya mendapatkan sumber air atas atau bawah.

Sudah menjadi hal biasa bagi warga untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga karena sejak turun temurun mereka sudah memanfaatkan sumber dari mata air yang ditampung dalam bak besar di bawah kaki gunung Gede-Pangrango, karena mereka tidak perlu membayar cukup melakukan pemeliharaan.

Tokoh pemuda Desa Sukamulya, Darda Ramdani (34) bercerita sejak dia masih kecil hingga saat ini, bak penampungan yang dibangun tokoh masyarakat sejak puluhan tahun lalu, sampai ke rumah warga tanpa dipungut biaya bulanan, melainkan hanya mendapat giliran untuk pemeliharaan.

Bak penampungan besar berukuran 4x4 meter dengan tinggi 2 meter dapat menampung puluhan ribu liter air yang dipergunakan warga di empat desa di Kecamatan Cugenang, untuk rumah tangga dan pertanian karena sumber mata air di perkampungan sulit didapat.

Beruntung sumber mata air di bak besar di wilayah Pasir Taman, Desa Sukamulya, tidak terganggu, sehingga masih bisa menjadi sumber air untuk kebutuhan warga di empat desa, termasuk di perkampungan desanya.

Sumur bor tetap menjadi solusi terbaik, namun biaya pembuatan sumur bor di wilayah Cugenang membutuhkan biaya cukup besar yang tidak terjangkau oleh warga, meski patungan dikumpulkan dari sekitar 1.200 kepala keluarga yang sebagian besar bekerja sebagai buruh tani.

Karena satu sumur bor membutuhkan biaya sekitar Rp28 juta dengan kedalaman hingga 70 meter sampai mengeluarkan air. Beruntungnya warga di Kampung Karamat tempat tinggal 564 kepala keluarga dibangun sumur bor.

Satu sumur bor tersebut belum mencukupi kebutuhan warga yang sebagian besar memilih menggunakan sumber air dari bak besar karena sambungan air dari sumur bor dikenakan biaya bulanan yang dinilai cukup memberatkan mereka yang hanya buruh tani.

Berbagai kesulitan masyarakat di bawah kaki gunung terutama dalam mendapatkan sumber air dan pemeliharaannya yang membutuhkan biaya cukup besar membuat pemerintah daerah melalui perumdam memberikan berbagai bantuan, termasuk program pengelolaan air bersama masyarakat.

Program perbaikan saluran induk yang dikelola bersama masyarakat menjadi perhatian utama perumdam, dimana bantuan penyediaan alat, seperti pipa dan tenaga teknis saat pemasangan dan perawatan diberikan untuk pengelola air di sejumlah wilayah, terutama Kecamatan Cugenang.

Meski selama ini perumdam lebih fokus menyalurkan bantuan untuk masyarakat di perkotaan, namun tidak mengurangi perhatian lebih untuk masyarakat di perdesaan, terutama di wilayah yang kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga.

Pengelola perusahaan air milik daerah itu menilai pengelolaan air bersama masyarakat yang sudah berjalan di beberapa kecamatan di Cianjur, merupakan contoh kecil pengelolaan air layaknya perusahaan, dimana pengelola menggunakan meteran, membangun bak kontrol, hingga pemeliharaan rutin pipa distribusi.

Tidak hanya bantuan teknis dan alat, setiap tahun perusahaan milik daerah itu bersama masyarakat dan Perhutani (perusahaan di bawah naungan BUMN) menggencarkan penanam pohon di kaki gunung yang selama ini menjadi hulu dari sumber air alami, tetap terjaga dan terawat, sehingga tidak terjadi kerusakan dengan merawat pohon yang sudah ada.

Sementara solusi dari Pemkab Cianjur terkait kesulitan air dengan membangun puluhan sumur bor baru di sejumlah kecamatan, termasuk wilayah utara dan selatan yang nantinya akan dikelola bersama masyarakat, dapat memenuhi kebutuhan warga, khususnya saat kemarau tiba.

Berbagai bantuan dan solusi yang diberikan BUMD dan Pemkab Cianjur, seharusnya merata di wilayah terdampak sulitnya mendapatkan air bersih untuk rumah tangga dan pertanian di wilayah utara hingga selatan tanpa harus tebang pilih.

Pasalnya penelusuran yang dilakukan ke sejumlah desa di bawah kaki gunung Gede-Pangrango, masih banyak perkampungan warga yang mencari air dan mengelola sumber air secara mandiri tanpa tersentuh bantuan pemerintah.

Selama ini mereka sudah menyampaikan harapan melalui pemerintah desa, kecamatan, wakil rakyat bahkan langsung ke Bupati Cianjur untuk mendapatkan bantuan sumur bor agar tidak lagi kesulitan mendapatkan air terutama pada musim kemarau.

Selanjutnya pengelolaan air bersama masyarakat layaknya perusahaan air minum daerah dengan iuran semampunya menjadi solusi terbaik dalam memenuhi kebutuhan air di wilayah minim sumber mata air termasuk untuk pertanian.


 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024