Bahasa Mandarin sangat dibutuhkan dan makin banyak generasi muda Indonesia mempelajari
Purwokerto (ANTARA) - Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan atau Puhua School Purwokerto, Kabupaten Banyumas, menjadi tuan rumah penyelenggaraan Kompetisi Jembatan Bahasa dan Budaya Mandarin - Chinese Bridge (Han Yu Qiao) 2024 se-Jawa Tengah.

Kompetisi yang diadakan melalui tahapan penyisihan tingkat provinsi dan pre-eliminasi se-Jawa Tengah itu berlangsung di Gedung Aula SMP-SMA Puhua, Purwokerto, Sabtu.

Dalam kesempatan itu, Direktur Pusat Bahasa Mandarin Universitas Sebelas Maret Surakarta Dr. Fan Jie mengatakan Chinese Bridge pertama kali diadakan pada tahun 2002 dan sejak itu, kompetisi tersebut telah menjadi acara tahunan yang diselenggarakan di berbagai negara di seluruh dunia termasuk di Indonesia.

Menurut dia, kompetisi tersebut menyediakan 3 liga, yakni antarsekolah (sejak penyelenggaraan tahun ke-4), SMP-SMA (tahun ke-17), dan liga mahasiswa (tahun ke-23).

Ia mengakui Chinese Bridge begitu penting karena pada masa depan, bahasa Mandarin sangat dibutuhkan dan makin banyak generasi muda Indonesia mempelajari bahasa Mandarin akan semakin baik.

"Tantangan terbesar bagi pertumbuhan bahasa Mandarin adalah kurangnya guru. Dengan begitu berkembangnya sekolah tiga bahasa juga universitas dengan Fakultas Bahasa Mandarin akan sangat membantu munculnya generasi muda yang punya standar bahasa Mandarin yang baik," katanya selaku pengawas dan pembina kompetisi itu.

Baca juga: PINTAR gandeng IME asah kemampuan bahasa Mandarin prakerja
Baca juga: Kisah sukarelawan asal China mengajar bahasa Mandarin di Indonesia


Menurut dia, hal itu sangat menguntungkan bagi masa depan generasi muda, terutama karena kerja sama Tiongkok dan Indonesia semakin berkembang pesat.

Sementara itu, Kepala Bahasa Mandarin Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan (Puhua School) Lyu Xiao Qian mengatakan penyelenggaraan Chinese Bridge 2024 di Puhua merupakan yang ketiga kalinya karena sebelumnya pernah digelar pada 2011 dan 2016.

"Uniknya, meskipun penyelenggaraan kompetisi ini diciptakan oleh Kementerian Pendidikan Republik Rakyat Tiongkok, namun syarat seluruh peserta adalah berkewarganegaraan Indonesia (non native), lahir, dan dibesarkan di Indonesia serta pengguna bahasa ibu selain bahasa Mandarin sebagai first language mereka," katanya.

Laoshi (guru) senior yang telah 20 tahun menetap di Purwokerto itu mengatakan dalam kompetisi tersebut tidak hanya kemampuan bicara atau pidato, namun seni budaya turut dipertandingkan.

Menurut dia, hal itu disebabkan membangun jembatan antara budaya Tiongkok dan budaya lain dapat memupuk rasa saling pengertian dan apresiasi, serta mempromosikan persahabatan dan kerja sama antara Tiongkok dan Indonesia melalui pendidikan adalah alasan kompetisi ini dilaksanakan setiap tahun.

Dalam kompetisi yang diikuti peserta dari berbagai kota di Jawa Tengah itu, seluruh materi dan aturan lomba telah ditentukan oleh penyelenggara Center for Language Education and Cooperation (Yu He Zhong Xin).

Sementara untuk juri terdiri atas Mr. Li Jianwei, Ms. Zhang Binyan, dan Mr. Zong Yongpeng yang merupakan laoshi senior asal Tiongkok di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai upaya untuk menjaga netralitas dan syarat lomba agar terpenuhi.

Berdasarkan hasil penjurian, juara 1 tingkat SD diraih Marchella Assyarifah Liulee Lugito dari Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto, juara 1 tingkat SMP-SMA dimenangkan oleh Leecia Jovanna Boedijanto dari Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto, sedangkan juara 1 tingkat mahasiswa ditempati Selly Virgo Sari Tan yang merupakan mahasiswi semester 2 Jurusan Pendidikan Mandarin Universitas Negeri Semarang.

Para peraih juara 1 tersebut berkesempatan mewakili Indonesia untuk berangkat ke Tiongkok selama dua minggu guna mengikuti liga Chinese Bridge antarnegara.
 

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024