Baghdad (ANTARA) - Saat dunia merayakan Hari Museum Internasional pada Sabtu (18/5), Irak masih dihantui oleh pedihnya luka akibat penjarahan benda-benda antik pascainvasi yang dipimpin Amerika Serikat (AS).

Dengan peradaban kuno berusia ribuan tahun, Irak memiliki harta karun arkeologi yang melimpah.

Namun, invasi AS ke Irak dan kekacauan serta ketidakstabilan yang terjadi setelahnya menciptakan celah bagi para perampok dan pelanggar hukum untuk menjarah dan menyelundupkan barang antik milik Irak dari museum-museum dan situs-situs arkeologi yang tak terlindungi.

Pada hari-hari awal pendudukan pasukan koalisi pimpinan AS di Baghdad pada 2003, ribuan artefak yang tak ternilai harganya dijarah secara sistematis dari Museum Irak.
 
   Adel al-Mubarak, seorang arkeolog sekaligus guru sejarah di Universitas al-Iraqia yang berbasis di Baghdad, mengatakan kepada Xinhua bahwa pasukan AS ditempatkan di Distrik Alawi di pusat kota Baghdad, lokasi keberadaan museum itu.   


Adel al-Mubarak, seorang arkeolog sekaligus guru sejarah di Universitas al-Iraqia yang berbasis di Baghdad, mengatakan kepada Xinhua bahwa pasukan AS ditempatkan di Distrik Alawi di pusat kota Baghdad, lokasi keberadaan museum itu.   

Menyusul ekspansi ISIS, video media menunjukkan para pejuang ISIS menghancurkan Museum Mosul dan kota kuno Hatra dan Nimrud di Provinsi Nineveh, Irak utara, wilayah tempat mereka juga menyelundupkan sejumlah benda peninggalan bersejarah.

"Mereka tidak melindungi museum itu dari geng-geng dan para pencuri yang terorganisasi," kenang al-Mubarak.

Menurut al-Mubarak, ada sekitar 15.000 benda yang hilang, dan banyak di antaranya belum dikembalikan.

Penarikan pasukan AS secara tidak bertanggung jawab dari Irak pada akhir 2011 membuat keamanan tidak terkendali, sehingga memberikan ruang bagi kelompok ekstremis ISIS untuk berkembang dan tumbuh.

Kelompok itu kemudian mengambil alih sebagian besar wilayah di Irak bagian utara dan barat pada 2014.
 
   Menyusul ekspansi ISIS, video media menunjukkan para pejuang ISIS menghancurkan Museum Mosul dan kota kuno Hatra dan Nimrud di Provinsi Nineveh, Irak utara, di mana mereka juga menyelundupkan sejumlah benda peninggalan bersejarah.    


Terlepas dari pencapaian yang telah diraih dalam beberapa tahun terakhir, al-Mubarak mengatakan masih ada tantangan besar yang dihadapi otoritas Irak.

Tantagan itu antara lain adalah pencurian yang terus berlanjut dan penggalian secara acak, terutama di situs-situs arkeologi yang lokasinya jauh dari wilayah perkotaan atau di tempat-tempat yang tidak diawasi oleh pemerintah.

Dalam beberapa tahun terakhir melalui upaya bersama dari lembaga-lembaga domestik terkait dan koordinasi dengan negara-negara lain, Irak berhasil mendapatkan kembali beberapa barang antik yang dijarah dan diselundupkan.

"Melalui kerja sama internasional yang efektif dengan negara-negara sahabat dan saudara, serta mobilisasi misi diplomatik kami di berbagai belahan dunia, Irak berhasil mendapatkan kembali ribuan benda arkeologi, manuskrip, buku, dan lukisan terkenal," papar Kementerian Luar Negeri Irak.
 
    Terlepas dari pencapaian yang telah diraih dalam beberapa tahun terakhir,  masih ada tantangan besar yang dihadapi otoritas Irak, termasuk aksi pencurian yang terus berlanjut dan penggalian secara acak, terutama di situs-situs arkeologi yang lokasinya jauh dari wilayah perkotaan atau di tempat-tempat yang tidak diawasi oleh pemerintah
 
"Perlindungan situs arkeologi juga membutuhkan dukungan finansial, personel, dan logistik dari pemerintah," ujar arkeolog itu. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024