Istanbul (ANTARA News) - Sebuah pengadilan Turki hari Jumat membebaskan dua anggota parlemen Kurdi dari penjara setelah memutuskan bahwa penahanan lama pra-peradilan mereka melanggar hak-hak mereka, demikian dilaporkan media.

Ibrahim Ayhan dan Gulser Yildirim dari Partai Perdamaian dan Demokrasi (BDP) pro-Kurdi, ditangkap pada 2010 atas tuduhan terkait dengan kelompok terlarang Partai Buruh Kurdistan (PKK).

Namun, sebuah pengadilan di kota wilayah tenggara, Diyarbakir, yang berpenduduk mayoritas Kurdi, membebaskan mereka sambil menunggu persidangan setelah keputusan Pengadilan Konstutisi pada Kamis.

Pengadilan itu membenarkan keluhan mereka bahwa penahanan mereka melanggar hak-hak seorang pejabat terpilih dan waktu yang dihabiskan di penjara terlalu lama, kata surat kabar Radikal.

Pengadilan Konstitusi juga memerintahkan pembayaran kompensasi 3.000 lira Turki (1.400 dolar) untuk masing-masing anggota parlemen itu, katanya.

BDP telah lama menekankan bahwa putusan-putusan pengadilan yang menghalangi pembebasan kedua orang itu bermotif politis dan hal itu akan merusak proses perdamaian yang rapuh antara pemerintah Turki dan PKK.

Proses perdamaian macet pada September setelah gerilyawan Kurdi mengumumkan menghentikan penarikan mereka dari wilayah Turki karena pemerintah dianggap gagal melaksanakan reformasi yang dijanjikan.

Kekerasan yang menewaskan dan mencederai sejumlah orang terjadi pada Desember setelah masa tenang beberapa bulan antara pihak berwenang Turki dan PKK, yang mengumumkan gencatan senjata pada Maret setelah negosiasi rahasia dengan badan intelijen.

Kerusuhan itu disulut oleh tuduhan bahwa pemakaman gerilyawan Kurdi telah dihancurkan, namun pihak berwenang Turki membantahnya.

Pemimpin PKK yang dipenjara, Abdullah Ocalan, mengatakan, insiden itu merupakan provokasi yang bertujuan mengganggu proses perdamaian dan ia meminta masyarakat tenang, kata anggota-anggota parlemen dari BDP dalam sebuah pernyataan.

Anggota-anggota parlemen itu mengunjungi Ocalan di penjara pulau Imrali dimana ditahan.

Ocalan yang menjadi buronan ditangkap di Kenya pada 15 Februari 1999 dalam operasi rahasia Turki setelah ia diasingkan dari Suriah, dimana ia berpangkalan selama satu dasawarsa untuk mengatur dari jauh PKK.

Vonis awal hukuman mati terhadap Ocalan diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup di sebuah penjara pulau di lepas pantai Istanbul sejak 2002.

Ocalan pada Maret mengumumkan gencatan senjata bersejarah dengan pemerintah Turki. Sebagai bagian dari gencatan senjata itu, PKK setuju menarik sekitar 2.000 gerilyawannya dari Turki ke pangkalan-pangkalan di Irak utara.

Sebagai imbalannya, mereka meminta hak-hak konstitusional lebih besar bagi penduduk Kurdi yang berjumlah 15 juta orang di Turki.

Namun, proses perdamaian itu diguncang oleh kematian seorang pemuda Kurdi selama protes anti-pemerintah di daerah tenggara yang berpenduduk Kurdi pada Juni.

Turki, Uni Eropa dan AS menganggap Partai Buruh Kurdistan (PKK) sebagai sebuah organisasi teroris.

Militer Turki melancarkan serangan-serangan udara dan operasi darat terbatas ke Irak utara sejak Agustus 2011 menyusul gelombang serangan gerilyawan PKK, setelah macetnya gencatan senjata sebelumnya.

PKK melancarkan serangan-serangan dari tempat persembunyian mereka di kawasan pegunungan terpencil Irak sebagai bagian dari perang mereka untuk memperoleh hak dan otonomi lebih besar bagi penduduk Kurdi.

Lebih dari 40.000 orang tewas sejak PKK mengangkat senjata pada 1984, demikian AFP.

(Uu.M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014