Jakarta, (ANTARA News) - Pembangunan kawasan pelestarian ekosistem mangrove (bakau) di Taman Wisata Alam (TWA) Angke-Kapuk, Jakarta Utara, hingga saat ini belum dapat berkembang secara maksimal karena terganjal dengan keberadaan penambak liar yang belum mau meninggalkan lokasi tersebut. "Tahap penanaman mangrove hingga saat ini sudah mencapai 75 persennya, sedangkan untuk pembangunan infrastruktur berupa akses jalan baru mencapai 50 persennya saja," kata Supriyono, koordinator lapangan TWA Angke-Kapuk, Jakarta, Senin (4/9). Dia mengatakan, pembangunan taman yang mulai berjalan secara intensif sejak tahun 2004 itu bergerak cukup lambat akibat sulitnya memindahkan penambak-penambak liar di kawasan tersebut. "Mereka tidak mau pergi karena merasa menempati kawasan tersebut terlebih dahulu, padahal kawasan hutan mangrove ini sudah ada sebelum para penambak liar itu datang, merekalah yang mengubah fungsi kawasan ini secara ilegal," katanya. Menurut dia, fungsi TWA Angke-Kapuk adalah untuk merehabilitasi kawasan tersebut serta mengembalikannya ke fungsi dan manfaat semula baik dari segi ekologis maupun ekonomis. "Sampai akhir bulan April 2006, kami telah merehabilitasi sekitar 40 hektare dari kawasan ini dan menanam kembali sebanyak 100 ribu mangrove," katanya. Selain itu, pihak TWA juga terus berupaya untuk mensosialisasikan program-program rehabilitasi tersebut kepada masyarakat sekitar terutama para penambak liar. "Kami berharap semua pihak mau bekerja sama dan mendukung program yang diperuntukan untuk kepentingan bersama ini," katanya. Menurut dia, banyak manfaat yang dapat diperoleh dari hutan mangrove, diantaranya sebagai penahan ombak, penghasil oksigen yang luar biasa, tempat berkembang biak udang dan kepiting yang merupakan bagian dari ekosistem mangrove. "Kami akan menjadikan TWA ini sebagai paru-paru bagi kota Jakarta, karena itu kami berharap akan lebih banyak pihak lagi yang menyadari betapa pentingnya mangrove," katanya.(*)

Copyright © ANTARA 2006