Tentu penanganan masing-masing utang Merpati tersebut berbeda-beda
Jakarta (ANTARA News) - PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati) meyakini total utang yang sudah sekitar Rp7,3 triliun dapat diselesaikan dengan melakukan pola "debt to equty swap" (konversi utang menjadi saham).

"Pembahasan penyelesaian utang Merpati dengan cara konversi utang sedang dibahas kembali dengan Kementerian Keuangan selaku kuasa pemegang saham Merpati," kata Dirut Merpati Capt Asep Ekanugraha, dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin.

Menurut Asep, konversi utang Merpati terutama kepada Pemerintah dan BUMN sesungguhnya sudah menjadi bagian dari proses penyelamatan Merpati yang dirapatkan pada 12 November 2013.

"Sudah pernah dibahas, sekarang tinggal bagaimana pelaksanaannya saja," ujarnya.

Ia menjelaskan, saat ini lebih dari 50 persen utang Merpati adalah kepada Pemerintah dan BUMN.

Kewajiban kepada Pemerintah dalam bentuk subloan agreement (SLA) atau yang lazim disebut utang luar negeri pemerintah yang diteruskan kepada Merpati, dan utang kepada BUMN lainnya.

SLA pertama terjadi ketika Merpati membeli pesawat simulator jet, sedangkan SLA kedua pengadaan sebanyak 16 unit pesawat jenis MA-60.

Sedang kewajiban lainnya kepada swasta sebesar Rp1,01 triliun, utang pajak Rp873 miliar, kewajiban kepada karyawan sekitar Rp262 miliar, dan kepada pihak Pemda sekitar Rp62 miliar.

"Tentu penanganan masing-masing utang Merpati tersebut berbeda-beda. Selain mekanismenya pelunasan, pihaknya juga berbeda-beda," ujarnya.

Untuk itu ia berharap Kementerian Keuangan Kementerian BUMN dapat mengambil keputusan untuk menangani utang kepada Pemerintah dan BUMN.

"Beban kepada dua pihak itu (pemerintah dan BUMN) sangat besar, sehingga jika dapat teratasi maka Merpati bisa fokus kepada penanganan kewajiban jangka pendeknya," ujarnya.

Selain berharap konversi utang dapat ditempuh, perseroan juga sedang menjalin kerja sama operasional (KSO) dengan setidaknya 15 pihak, di mana dua diantaranya adalah PT Bentang Persada Gemilang dan PT Amagedon Indonesia.

Pada 1 Februari 2014, Merpati terpaksa menutup sebagian besar rute penerbangan karena tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan operasional.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014