Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hubungan internasional Makarim Wibisono menilai polemik yang dimulai Singapura, terkait penamaaan KRI Usman-Harun, tidak tepat jika diartikan sebagai tekanan pihak asing yang ingin memecah konsentrasi Indonesia menjelang Pemilu April 2014.

"Kita melihat masalah-masalah yang berkaitan dengan politik luar negeri ini bisa kapan saja, tidak hanya saat menjelang Pemilu. Saya pikir reaksi Singapura itu hanya kebetulan, bukan tekanan menjelang Pemilu," kata Makarim yang juga Direktur Eksekutif ASEAN Foundation kepada Antara News saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq sebelumnya, seperti dilaporkan beberapa media nasional, mensinyalir terdapat skenario untuk menekan Indonesia melalui sejumlah masalah politik luar negeri yang terjadi belakangan ini.

Namun, Makarim menilai berbagai permasalahan lintas negara yang menimpa Indonesia seperti penanganan pencari suaka dengan Australia, perampokan kapal oleh aparat Papua Nugini, dan penamaaan KRI Usman-Harun dengan Singapura, merupakan "kerenggangan" hubungan luar negeri Indonesia yang bisa terjadi kapan saja.

"Semua itu bisa terjadi kapan saja. Menurut hemat saya, untuk menangani masalah itu, kita sebagai negara harus melakukan diplomasi yang efektif, dari kesiapan militer, ekonmi, kesatuan sikap, dan kegiatan diplomatik itu sendiri," kata Mantan Duta Besar RI untuk PBB itu.

Makarim juga menekankan bahwa para elit politik dan eksekutif di pemerintahan Indonesia harus memiliki kesatuan sikap yang sama untuk menjaga kekuatan diplomasi Indonesia, dalam menangani masalah politik luar negeri.

"Penanganan masalah itu dilakukan sembari dengan kerangka untuk menjaga kepentingan nasional," ujarnya.

Untuk menyelesaikan masalah dengan Singapura, Makarim mengimbau Indonesia dan Singapura menginisiasi sebuah mekanisme penyelesaian sengketa antara dua negara, yang dapat menjadi tauladan bagi negara-negara lain di kawasan ASEAN.

Selama ini, kata dia,  ASEAN belum memiliki mekanisme utuh mengenai penyelesaian sengketa antarnegara.

Setiap forum atau wadah penyelesaian sengketa kawasan yang telah dicanangkan, seperti Lembaga Perdamaian dan Rekonsiliasi (Institute of Peace and Reconciliation) atau Dewan Tinggi (High Council), tidak berjalan efektif.

Polemik antara Indonesia dan Singapura diawali dari protes negara kota itu atas penamaan kapal perang baru milik TNI Angkatan Laut dengan nama KRI Usman Harun.

Penamaan kapal itu diambil dari nama dua pahlawan nasional Indonesua yaitu Usman Haji Mohamad Ali dan Harun Said yang pernah mengebom MacDonald House, Orchard Road, Singapura dan menewaskan tiga orang dan melukai 33 orang.

Pemerintah Indonesia menyatakan penamaan KRI itu sudah sesuai tatanan, prosedur, dan penilaian yang berlaku di Indonesia.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014