Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR Arif Budimanta melempar kritik dengan mengatakan bahwa PP No. 11/2014 Tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan telah mengubah OJK menjadi institusi pemungut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Padahal, dalam UU No.21 Tahun 2011 disebutkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan mengatur dan mengawasi serta memberikan perlindungan bagi nasabah jasa keuangan di Indonesia.

"Harusnya OJK dapat membuktikan kinerja dulu mengingat sejak dua tahun ini belum ada yang menggembirakan dari kinerja OJK," kata anggota Komisi XI DPR RI itu di Gedung DPR RI di Jakarta, Senin.

Terkait substansi, Peraturan Pemerintah (PP) tersebut berpotensi tidak membuat OJK mandiri dan independen, pengenaan dan kewajiban pungutan ini dibuat dengan klasifisikasi tertentu, pada akhirnya akan menjadi beban bagi industri dengan meningkatnya biaya operasional, yang selanjutnya akan dibebankan kepada konsumen.

Menurut dia, PP ini berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi terhadap sektor jasa keuangan dan akan memandekkan pertumbuhan jasa keuangan. UU OJK sudah mengamanatkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan untuk mewujudakn sistem keuangan yang tumbuh secara keberlanjutan dan stabil," kata dia.

"Saya sudah membaca detil PP ini, dan jika diberlakukan, maka akan menimbulkan potensi suap, menjadi beban nasabah dan berpotensi mematikan industrik keuangan kecil," katanya.

Sebagai contoh, ujar Arif, lembaga keuangan mikro harus membayar perizinan sebesar Rp50 juta sementara perputaran uang di lembaga keuangan mikro tersebut hanya Rp100 juta pertahun ditambah lagi harus membayar paling sedikit Rp10 juta untuk biaya pengawasan dan pemeriksaan (lampiran 3 PP NO 11 Tahun 2014).

"Pembiayaan OJK ini sebenarnya dapat dilakukan dari berbagi sumber seperti APBN, LPS dan BI seperti yang pernah diterapkan oleh FSA Inggris. Sehingga kredibilitas dan reputasi OJK dapat dipertahankan dengan baik," kata Arif.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014