Gorontalo (ANTARA News) - Kelompok petani di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, meminati program pengembangan pupuk organik cair (POC) Marolis yang dirintis oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Niko Akuba, Ketua Koperasi Cahaya Nusantara Sebelas, mengaku mulai terlibat dengan program pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) berbasis inovasi bioteknologi Kemenperin pada tahun 2012.

"Awalnya kami diperkenalkan dengan pembuat pupuk organik Marolis--madu, royal jeli, propulis. Kami langsung mencoba pupuk cair itu ke sawah percontohan seluas 4.000 meter per segi. Uji coba ini awalnya dilakukan di Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango, Gorontalo Utara, Kota Gorontalo, dan Boalemo," ujar Niko kepada AntaraNews, Rabu.

Selain meningkatkan kesuburan tanah, pupuk organik cair terbukti dapat menjadi salah satu komoditas yang ekonomis dan layak jual.

"Untuk memproduksi 5.000 botol pupuk organik cair, dibutuhkan modal Rp80 juta. Bila terjual semua dengan harga Rp55.000/botol, maka kami bisa memperoleh keuntungan buat koperasi kami," kata Niko menjelaskan.

"Anggota koperasi kami berjumlah 27 orang dan dilatih oleh Kemenperin. Peralatan dan bahan-bahan disediakan pula oleh Direktorat Jenderal IKM," ujarnya.

Selain mendukung kegiatan koperasi, proses pembuatan POC Marolis juga menjadi pendapatan tambahan bagi masyarakat yang mau menyetorkan limbah ternak serta bonggol pisang. Setiap kilogram bonggol pisang dihargai Rp300, sementara itu kotoran kambing dan sapi dibeli dengan harga masing-masing Rp500 dan Rp400.

Niko menjelaskan bahwa petani bisa mengganti pupuk kimiawi mereka dengan POC Marolis dan menikmati keringanan biaya pupuk. Untuk satu musim tanam, hanya dibutuhkan 35--40 botol POC Marolis per hektarnya.

"Aplikasi pupuk ini juga sederhana. Pertama disemprotkan ke tanah sebelum penanaman. Lalu sekali persis satu hari sebelum penanaman. Dan tiga penyemprotan dengan jeda 10 hari setelah padi tumbuh," kata dia.

Karena prinsip POC adalah memperbaiki kandungan hara dan nutrisi tanah, daya tahan padi terhadap hama penyakit pun bisa menjadi jauh lebih baik.

"Saat ini kapasitas produksi kami baru 5.000 botol atau 5.000 liter tiap 5 pekan. Kami akan kembangkan ke kapasitas produksi 20.000 sekali masa pembuatan," demikian Niko.

Selain di Gorontalo, program ini juga dilaksanakan di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, dan rencananya akan diuji cobakan di Lampung.(*)

Pewarta: Ella Syafputri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014