Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI (Bareskrim Mabes Polri), Komisaris Jenderal Suyitno Landung (56), dijatuhi pidana penjara selama satu tahun enam bulan atau 18 bulan berikut denda Rp50 juta, karena terbukti melakukan korupsi melalui penerimaan mobil Nissan X-Trail dari Adrian Waworuntu. "Menyatakan terdakwa Komjen Suyitno Landung terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, dan menjatuhkan pidana selama satu tahun enam bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Soedarmadji di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa. Putusan satu tahun enam bulan penjara itu lebih ringan dari tuntutan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang sebelumnya menuntut pidana terhadap Suyitno berupa hukuman penjara selama dua tahun dan denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai fakta-fakta persidangan yang memeriksa 13 saksi dan satu ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), serta tiga saksi meringankan dan dua saksi ahli dari kuasa hukum Suyitno Landung telah membuktikan bahwa terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dakwaan kedua, yaitu pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Majelis Hakim menilai, terdakwa dalam jabatannya selaku Wakabareskrim yang kemudian menjadi Kabareskrim sepatutnya menduga pemberian Nissan X-Trail senilai Rp247 juta dari Ir. Ishak adalah terkait dengan klien Ishak, yaitu Adrian Waworuntu yang saat itu berstatus tersangka kasus L/C fiktif Gramarindo pada BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam analisis yuridisnya, Majelis Hakim sependapat dengan JPU dalam penjelasan uraian unsur-unsur pasal 11 UU Nomor 20/2001, yaitu unsur "pegawai negeri atau penyelenggara negara", unsur "menerima hadiah atau janji". "Majelis menilai, fakta kesaksian Ishak dan Adrian kontradiksi dengan saksi-saksi lain, dan terdakwa selaku pejabat pegawai negeri sepatutnya mampu mengetahui maksud pemberian hal itu," kata Soedarmadji. Menurut Majelis Hakim, seluruh unsur dalam pasal 11 UU Nomor 20/2001 itu telah terbukti secara sah dan meyakinkan berdasarkan keterangan para saksi dan bukti-bukti yang dihadirkan dalam persidangan. Dalam penjatuhan pidana itu, Majelis Hakim menilai sejumlah faktor pemberatan, yaitu perbuatan korupsi yang dilakukan terdakwa merupakan extra-ordinary crime (kejahatan luar biasa) dan telah mencoreng, serta merendahkan martabat Indonesia di mata masyarakat internasional. Namun, Majelis Hakim juga memasukkan sejumlah hal-hal yang meringankan dalam pertimbangannya, yaitu fakta bahwa Suyitno Landung bersikap sopan, kooperatif, belum pernah dihukum, telah mengabdi di Kepolisian selama 34 tahun tanpa pernah mendapat hukuman disipliner, serta fakta bahwa Nissan X-Trail selama dalam penguasaan Suyitno digunakan untuk operasional Bareksrim. Menanggapi putusan itu, Tim JPU yang dikoordinir M. Hudi maupun Kuasa Hukum Suyitno Landung, yang diketuai Adnan Buyung Nasution, sama-sama meminta waktu untuk menerima atau mengajukan banding atas vonis hakim. "Selaku kuasa hukum, kami kecewa karena pertimbangan majelis hakim yang kami nilai tidak memadai. Apakah penerimaan Nissan X-Trail itu berkaitan dengan jabatannya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya," kata Adnan Buyung Nasution, seusai sidang. Ia menilai, Majelis Hakim menggunakan pertimbangan sama dengan JPU yang menurutnya memaksakan BAP Ishak bukannya menggunakan fakta persidangan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006