Malam ini menjadi tahun ketiga, untuk festival kembang api yang kami selenggarakan. Kami ingin menyatakan gembira bersama-sama saat malam takbiran, melalui pesta kembang api ini."
Semarang (ANTARA News) - Gemar takbir bersahut-sahutan dari masjid dan surau di mana-mana, pertanda Idul Fitri segera tiba, umat Islam pun menyelesaikan masa matiraga selama bulan suci Ramadhan 1435 Hijriah.

Begitu juga di satu kampung berbatasan dengan wilayah Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (27/7) malam itu. Lantunan gema takbir terus berkumandang dari Masjid Al Falah Dusun Sekaran, Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.

"Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar. Laa ilaha illa Alahu huwallahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamid," begitu kalimat takbir yang berkumandang itu, kira-kira artinya, "Tiada Tuhan selain Allah. Tuhan Maha Besar. Dan demi Allah satu-satunya Dzat".

Ratusan warga setempat mengenakan pakaian bernuansa Islami berjalan kaki beriring-iringan sambil membawa obor. Mereka mengumandangkan gema keagungan Tuhan itu, melalui takbir keliling berjalan kaki di dusun yang meliputi delapan rukun tetangga dan dua rukun warga.

Suasana tertangkap penuh bahagia mewarnai wajah-wajah setiap orang. Mereka juga mengarak dengan menggunakan beberapa gerobak kecil, sejumlah long dari beberapa batang bambu, saat takbir keliling sejauh sekitar dua kilometer melewati jalan berpaving di dusun setempat.

Sepenggal jalan dusun itu berhiaskan instalasi dari bambu membentuk aneka rupa yang mereka siapkan sejak sebulan terakhir. Puluhan kereneng dan keranjang dari anyaman bambu dengan hiasan lampu-lampu menghiasi jalan dusun. Meriah menjadi kesan kuat yang tertangkap di pusat warga berkumpul untuk menyaksikan malam takbir.

Mereka menandai malam takbir menjelang Lebaran dengan menggelar Festival Kembang Api 2014. Kegiatan itu secara swadaya diselenggarakan oleh warga setempat. Bunyi petasan yang cukup keras membuat suasana makin semarak menembus malam takbiran mereka.

"Kami urunan membeli kembang api, aneka bentuk dan ukuran. Kami adalah pecinta kembang api. Ada sekitar 500 batang kembang api kami siapkan untuk disulut," kata Koordinator Festival Kembang Api 2014 Dusun Sekarang, Saleh (43).

Penyulutan kembang api bersama petasan mereka lakukan dalam tiga tahapan pada malam itu, mulai pukul 20.00 WIB. Langit yang terlihat gelap di atas dusun tersebut pun, seakan berubah semarak dengan taburan percikan-percikan kembang api aneka warna.

Mereka semua yang hadir pada malam takbiran Festival Kembang Api 2014 di tempat itu, tampak menengadahkan kepala dengan tiada hentinya, untuk menikmati sajian aneka warna kembang api di langit dusun itu.

Musik perkusi ditabuh dari panggung sederhana yang berhias pula dengan instalasi bambu oleh sejumlah pemuda dengan dipimpin seniman Andretopo. Sejumlah pemuda pemain perkusi yang antara lain terdiri atas seperti saron, jimbe, dan drum itu, mengenakan pakaian bernuansa Islami saat memainkan musiknya.

Lantunan musik yang menggugah semangat dan meriah itu, seakan menembus kepulan asap kembang api dan bunyi petasan yang bersahut-sahutan, melewati tebaran kertas sisa petasan yang berhamburan.

Dalam iringan musik perkusi dan gema takbir yang seolah-olah tiada henti tersebut, Andretopo sambil berjongkok memegang pelantang, menembuskan puisinya berjudul "Malam Takbiran Sekaran".

Darasan puisinya bagaikan menjadi ungkapan gembira umat Islam sejagat raya ini karena telah meraih kemenangan dari godaan setan dan terbebas dosa.

Puisi tersebut menjadi ungkapan mereka pula, bahwa betapa jalan berpuasa selama Ramadhan, bulan yang diyakini penuh kesucian dan rengkuhan ampunan dosa dari Allah SWT terhadap umat-Nya itu, telah mengantar manusia kepada jalan bahagia dan bermandikan berkah kehidupan berimannya.

"Tatkala mendung sore mulai menyingkir. Jantung pun berdegup kencang, mendengar takbir menyeruak dada. Seiring ombak samudra yang terus bergelombang, mata enggan terpejam. Cemas dan gundah mulai mendera. Teringat bagai tayangan penggal demi penggal dosa yang terlalui," begitu satu bait puisi tersiram di antara tabuhan musik perkusi itu.

Bait lainnya, seakan menjadi pernyataan silaturahim dan halalbihalal umat manusia setelah berpuasa Ramadhan, saat malam takbir berpayung aneka warna kembang api di langit dusun setempat itu.

"Semoga hadir kata maaf dari para makhluk-Nya yang telah terzalimi olehku, pada Penciptaku, pada pengukir jiwa ragaku, pada semesta yang memayungiku. Mungkin kata syukur lebih pantas terucap untuk-Nya. Setelah terlalu lama kami berjingkrak di bumi-Nya," demikian bait lainnya dari puisi tersebut.

Saleh menyebut malam takbiran di dusunnya yang diwujudkan melalui pesta kembang api secara meriah itu, menjadi ukiran kegembiraan masyarakat dalam menyambut Idul Fitri, 1 Syawal 1435 Hijriah.

"Malam ini menjadi tahun ketiga, untuk festival kembang api yang kami selenggarakan. Kami ingin menyatakan gembira bersama-sama saat malam takbiran, melalui pesta kembang api ini," katanya.

Saat keluarga-keluarga di dusun setempat berkumpul dan mereka yang merantau untuk bekerja telah pulang ke kampung halaman, mereka pun bersama-sama merayakan Lebaran, lalu berhalalbihalal dan merasakan kehangatan gembira dalam tradisi silaturahim.  (M029)

Oleh M. Hari Atmoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014