Kami akan bertemu kembali dengan teman-teman dari Migrant Care, Kemenakertrans serta BNP2TKI dan pihak-pihak terkait untuk mencari solusi konstruktif tentang sejauh mana diperlukannya BNP2TKI ke depan,"
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan sedang mengkaji kebutuhan dari peran Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pasca hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan oleh KPK.

"Kami akan bertemu kembali dengan teman-teman dari Migrant Care, Kemenakertrans serta BNP2TKI dan pihak-pihak terkait untuk mencari solusi konstruktif tentang sejauh mana diperlukannya BNP2TKI ke depan," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Adnan menyampaikan hal itu seusai bertemu dengan lembaga swadaya masyarakat Migrant Care yang dipimpin koordinatornya Anis Hidayah bersama dengan sejumlah Tenaga Kerja Indonesia yang mengalami pemerasaan saat tiba di tanah air.

"Permasalahan kesemrawutan tata kelola pemulangan TKI tidak mungkin terjadi kalau tidak ada pembiaran," tegas Adnan.

Hasil kajian itu menurut dia akan menjadi rekomendasi KPK kepada presiden terpilih.

"Apakah (BNP2TKI) dilikuidasi atau diubah bentuknya? Banyak hal yang akan kita dalami termasuk sejauh mana KPK perlu membuat rekomnedasi terkait pembahasan RUU yang sekarang sedang dibahas di DPR," tambah Adnan.

Anis Hidayah dalam acara yang sama menyatakan harapannya agar KPK tidak hanya ikut dalam proses pemulangan TKI tapi keseluruhsan proses migrasi yang ia nilai selama ini mengeksploitasi para TKI sebagai komoditas.

"Selama ini apa yang dialami TKI menjadi cerita pilu, padahal itu praktik kejahatan, kriminal, pelanggaran hukum tapi tidak ada upaya sistemik bagaimana memberantasnya," ungkap Anis.

Ia pun menambahkan bahwa sudah dua tahun lalu Indonesia meratifikasi konvensi internasional mengenai perlindungan buruh migran. "Sehingga pemerintah mempunyai kewajiban me-review seluruh kebijakan yang terkait migrasi tenaga kerja termasuk mengatur keberangkatan, kepulangan dan kelembagaan yang ada," tambah Anis.

Ia mengaku bahwa sebenarnya pemerasan yang terjadi terhadap TKI sudah terjadi sejak 1986 yaitu sejak kepulangan TKI dilembagakan, tapi sampai hari ini tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk memperbaiki sistem tersebut.

Padahal setidaknya ada 800-1000 TKI yang tiba di bandara dan 45 persen mengalami pemerasan.

Salah seorang TKI yaitu Yani Cahyani dari Budi Kebon, Indramayu ikut menjelaskan peristiwa pemerasan yang ia alami pada 3 September 2012.

"Saya dipaksa menukar uang, katanya tidak boleh membawa uang asing atau dolar ke daerah dan harus ditukar di sini (bandara)," kata Yani.

Pemerasan lain ia alami saat menggunakan jasa perjalanan menuju kampung halamannya dari bandara Soekarno- Hatta.

"Travel minta uang terus, saat naik minta uang, megang tas juga minta uang, sesudah turun juga minta uang," tambah Yani.

Sedangkan TKI lain yaitu Esin yang sama-sama berasal dari Indramayu pernah mengalami pemerasan pada 1995 dan 1997.

"Saya mengalami hal yang tidak mengenakkan saat pulang dari Arab pada 1995 dan 1997. Pulang pertama saya mau naik Damri tapi ada 2-3 orang yang berebut koper dan minta saya masuk ke travel," kata dia.

Esin mengaku dirinya dibawa seorang laki-laki keluar dari bandara kemudian dimasukkan ke salah satu rumah masih di sekitar Cengkareng. Laki-laki itu meminta paspor, tapi ujung-ujungnya minta real atau dolar yang harus ditukar disana.

"Travel sudah bayar di rumah juga masih minta uang," ungkap Esin.

Pada sidak pertama ke bandara Soetta tersebut, setidaknya ada 18 orang yang ditahan, 1 berasal dari TNI dan 2 orang Polri, selebihnya preman dan calo. Tapi 15 orang calo tersebut dibebaskan karena minimnya bukti, sedangkan oknum polri dan TNI akan dikenai sanksi disiplin.

Sejak 2006, KPK telah membuat kajian tentang sistem penempatan TKI yang telah disampaikan pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BNP2TKI. Hasil kajian itu mengungkapkan bahwa pelayanan kepulangan TKI hanyalah salah satu tahapan dalam proses penempatan TKI.

KPK juga menemukan bahwa di Terminal III Soetta (terminal khusus TKI hingga 2007) terdapat kelemahan yang berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi, seperti rendahnya kurs valas dari market rate di penukaran uang yang merugikan TKI, mahalnya tarif angkutan darat yang disediakan Kemenakertrans, tidak jelasnya waktu tunggu sejak membeli tiket sampai dengan berangkat, hingga banyaknya praktik pemerasan, penipuan dan berbagai perlakuan buruk lainnya.

Berdasarkan hasil pemantauan yang telah dilakukan secara intens oleh KPK sebelum pelaksanaan sidak, ditemukan sejumlah persoalan, yaitu indikasi keterlibatan aparat bersama-sama dengan oknum BNP2TKI, porter, cleaning service, dan petugas bandara dalam mengarahkan TKI kepada calo/preman untuk proses kepulangan; paksaan untuk menggunakan jasa penukaran uang dengan nilai yang lebih rendah; serta pemerasan oleh calo dan preman kepada TKI dan penjemputnya.
(D017/B008)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014