Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat biaya pilkada di seluruh Indonesia pada 2014 mencapai Rp17 triliun, namun jika dilakukan serentak, pemerintah hanya mengeluarkan Rp10 triliun,"
Mataram (ANTARA News) - Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung jika dilakukan dengan serentak diperkirakan dapat menghemat anggaran sebesar Rp7 triliun dari total anggaran pelaksanaan tahun 2014.

"Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat biaya pilkada di seluruh Indonesia pada 2014 mencapai Rp17 triliun, namun jika dilakukan serentak, pemerintah hanya mengeluarkan Rp10 triliun," kata Koordinator Koalisi Rakyat untuk Pilkada Langsung Wilayah NTB Darwan Samurdja kepada wartawan terkait aksi penolakan pilkada tidak langsung, di Mataram, Selasa.

Menurut catatan FITRA, kata dia, pengeluaran biaya penyelenggaraan pilkada langsung pada 2014 untuk satu kabupaten atau kota sebesar Rp25 miliar, sedangkan untuk pelaksanaan di tingkat provinsi dibutuhkan biaya Rp100 miliar.

"Memang mengeluarkan dana lebih besar dibandingkan pilkada secara tidak langsung oleh DPR. Namun, apakah kepala daerah yang terpilih melalui proses itu dapat menjunjung akuntabilitas dan tanggung jawabnya kepada rakyat," ujarnya.

Selain itu, kata dia, bila jika pilkada melalui DPRD, maka secara tidak langsung hak demokrasi rakyat telah dirampas oleh parlemen melalui penetapan UU yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.

"Penolakan terhadap pelaksanaan pilkada secara tidak langsung bukan tanpa alasan, coba dilihat saat diberlakukan UU Nomor 22/1999, kedudukan DPRD terkesan lebih tinggi dibanding kepala daerah," katanya.

Akibatnya, kata dia, hubungan antara anggota parlemen dengan kepala daerah menjadi tidak berimbang sehingga menimbulkan istilah "legislative heavy" yang hidup seperti di zaman orde baru.

Oleh sebab itu, Darwan melalui "Koalisi Rakyat untuk Pilkada Langsung" bersama "Rinjani Institute" (RI) dan beberapa organisasi lainnya seperti Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBHJ), dan Persatuan Advokad Indonesia (Peradi) menggelar aksi penolakan terhadap pilkada tidak langsung.

"Kami beritikad mengumpulkan aspirasi rakyat melalui pengumpulan fotokopi KTP pada Rabu (8/10) dan akan dikirim ke Mahkamah Konstitusi sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan judicial review agar pilkada tidak langsung dalam undang-undang dibatalkan," ujarnya.

(KR-DBP/E005)

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014