Jakarta (ANTARA News) - Departemen Luar Negeri (Deplu-RI) akan memberikan bantuan hukum dan akses konsuler kepada Sri Lestari, warga negara Indonesia (WNI) yang ditangkap oleh pihak berwenang di Brasil terkait kasus penyelundupan obat terlarang. "Kita sesalkan keterlibatan WNI dalam kasus penyelundupan obat terlarang, tapi terlepas dari perbuatannya Pemerintah Indonesia akan memastikan hak-hak dasarnya terpenuhi," kata Menteri Luar Negeri (Menlu-RI) Hassan Wirajuda di Gedung Pancasila Deplu Jakarta, Jumat. Menurut Menlu Hassan, telah ada mekanisme kerjasama internasional mengenai perlindungan warga negara. Jadi jika ada WNI yang terlibat dalam masalah hukum di luar negeri, Pemerintah Indonesia dapat segera memberikan bantuan hukum dan akses konsuler. Sri Lestari (30) asal Solo, Jawa Tengah, yang kini menetap di Maruya, Jakarta Barat, ditangkap oleh petugas Kepabean Brasil karena membawa kokain seberat 10 kilogram senilai Rp30 miliar. Kokain itu rencananya akan dibawa ke Indonesia melalui Jerman-Singapura-Jakarta. Pada kesempatan itu, Menlu-RI juga menjelaskan sejumlah WNI yang terlibat dalam kasus pembelian senjata ilegal di AS beberapa waktu lalu telah dipindahkan ke Baltimore, Marryland. "Sekarang sedang menanti peradilan di sana," katanya. Menlu Hassan mengatakan, akses konsuler bagi para WNI itu telah dipindahkan dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Los Angeles ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington. Eric Watulo --yang merupakan oknum mantan TNI-- dan tiga warga negara Indonesia lainnya, yakni Haji Subanji (69), Reinhard Rusli (34) dan Helmi Soedirja (33), ditangkap agen federal AS dengan tuduhan penyelundupan senjata pada September 2006. Bersama Eric dan kawan-kawan ditangkap pula dua warga asing lainnya, Haniffa Osman (55) warga Singapura dan Thirunavukarasu (36) dari Sri Lanka. Beberapa jenis senjata yang akan diselundupkan itu seperti peluncur granat dan Night Vision Google (NVG), menurut rencana dikirim kepada kelompok Macan Tamil Ealam di Srilanka.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006