Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penanaman Modal (PM) lebih rinci untuk memberikan payung hukum yang menarik bagi para calon investor yang akan berinvestasi di Indonesia.
"Kita memang menginginkan agar pembahasan dan pengesahan RUU PM itu akan `one stop service` artinya UU PM akan lebih rinci dan jelas sehingga proses perizinan berinvestasi di Indonesia akan lebih sederhana," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Lili Asdjudiredja, di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan, dalam setiap Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dilaksanakan sebelumnya dengan berbagai pihak seperti Kadin, perguruan tinggi, pakar ilmu hukum, pengamat ekonomi, pemerintah daerah dan lainnya, menginginkan kalau RUU PM ini harus bersifat Lex Spesialis (lebih khusus).
Lili mengungkapkan ada sekitar 16 pasar dalam RUU PM itu yang terlalu umum (general) sehingga diperlukan perincian lebih lanjut.
Lili mencontohkan, pasal yang mengatur tentang Hak Guna Umum (HGU) tanah, yakni di dalam RUU PM itu hanya menyebutkan HGU diberikan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Dia mengatakan seharusnya pasal tentang Hak Guna Usaha (HGU) itu langsung menyebutkan berapa tahun izin pengunaan lahan yang diberikan kepada investor sehingga dapat memberikan kejelasan waktu mereka berinvestasi.
"Misalnya pasal itu menyatakan bahwa HGU diberikan selama 91 tahun. Kalau seperti ini kan tidak akan memperpanjang tali birokrasi karena tidak perlu diserahkan ke departemen teknis lagi," katanya.
Lili mengatakan, masalah kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun akan diperjelas agar tidak terjadi tumpang tindih dengan semangat UU otonomi daerah.
Lebih lanjut, kata Lili, agar RUU PM ini menjadi lebih rinci, pihaknya akan mengacu kepada UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU Nomor 5 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). "Kita akan coba adopsi kedua UU itu karena sudah bersifat Lex Spesialis," katanya.
Dia mengatakan, saat ini pembahasan RUU PM itu sudah sampai pada tingkat Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) dan akan segera diselesaikan pembahasannya. "Kita targetkan minimal bulan Januari 2007 akan dibahas dalam sidang paripurna untuk segera disahkan dan diimplementasikan," kata Lili.
Sebelumnya, pengamat ekonomi dari "Institute for Development and Economic Finance" (INDEF), M. Fadhil Hasan, mengatakan ada beberapa argumentasi yang mengharuskan UU PM sebaiknya bersifat Lex Spesialis, antara lain adanya kenyataan kalau dengan undang-undang sektoral yang ada, investasi belum tumbuh sesuai harapan
Argumentasi lainnya, kata Fadhil, UU PM diperlukan untuk memberikan arahan yang rinci, promotif, dan informatif tentang iklim dan perizinan investasi, dan dengan memberikan aturan yang rinci maka UU PM tidak memerlukan banyak peraturan turunan lainnya sehingga dapat cepat diimplementasikan, serta memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi para investor dan bisa menunjang UU Sektoral seperti UU Migas, Perkebunan, Perikanan, Kehutanan dan lainnya.
"Jadi diharapkan UU PM ini bisa memberikan suatu kepastian hukum dan juga informasi yang lebih jelas dan pasti bagi para investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini akan menentukan kinerja ekonomi Indonesia pada tahun 2007 dan seterusnya," kata Fadhil.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006