Jakarta (ANTARA News) - Pertumbuhan bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia melambat pada tahun ini, kata Asosiasi Perusahaan Air Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) di Jakarta, Kamis. Penurunan itu, menurut Ketua Umum Aspadin, disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat. "Sampai Agustus 2006 peningkatan (bisnis) hanya sekitar empat persen, lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun 2005," katanya usai pembukaan Munas Aspadin. Menurut dia, bisnis AMDK mengalami pertumbuhan yang melambat tahun 2006 itu akibat kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 yang menekan daya beli masyarakat dan investasi para pengusaha. "Kapasitas produksi akhir-akhir ini meningkat menjadi tidak terlalu besar," ujarnya. Karena itu, menurut dia, bila pertumbuhan pasar dan investasi AMDK mencapai delapan persen saja sudah bagus, dari target sebelumnya yang mencapai 15 persen. Tahun 2005, lanjut Willy, sempat terjadi investasi baru di industri AMDK yang mencapai 50 perusahaaan. Namun tahun 2006, ia belum mengetahui angka persisnya. Ia mengharapkan investasi baru yang masuk kelak bukan industri AMDKB terpadu termasuk pengemasan, agar industri pengemasan domestik juga berkembang. Menanggapi soal menurunnya bisnis AMDK akibat persaingan yang ketat dengan air minum isi ulang, Willy mengatakan dampak keberadaaan air minum isu ulang hanya terasa sampai tahun 2003-2004. "Tahun 2005 sudah kembali pulih, artinya pertumbuhannya tidak saling mempengaruhi, karena sudah punya segmen sendiri-sendiri," katanya. Sedangkan menanggapi kemungkinan perlambatan akibat persaingan dengan produk AMDK impor, Willy mengatakan daya saing AMDK di pasar domestik cukup bagus, tidak terpengaruh AMDK impor. "Produk dari luar negeri di sini, seperti Evian dan produk dari Australia, hanya masuk ke pasar modern atau hotel, tidak sampai pasar tradisional. Paling per bulan (impornya) hanya satu kontainer," katanya. Berdasarkan data Deperin, jumlah perusahaan dan kapasitas industri AMDK terus bertambah. Pada 2004 jumlah industri mencapai 420-an perusahaan dengan kapasitas produksi 9,2 miliar liter per tahun. Tahun 2005 jumlahnya naik menjadi 460-an perusahaan dengan kapasitas 11,5 miliar liter per tahun atau naik 25 persen dibanding 2004 dan pada 2006 jumlahnya naik hanya 10 persen menjadi 490an perusahaan dengan kapasitas 12,65 miliar liter per tahun. Ditambahkan Dirjen Industri Agro dan Kimia (IAK) Deperin Benny Wahyudi, industri AMDK dan perusahaan air minum isi ulang memiliki pasar sendiri-sendiri, sehingga keduanya kini jalan secara berdampingan. "Air minum isi ulang hanya dipasarkan di sekitar lokasi dimana dia berada, artinya pelanggan yang datang ke situ dan tidak bisa dipasarkan ke luar kota karena sulit bertahan lama produknya akibat keterbatasan teknologi," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006