Kesuksesan Badan SAR Nasional (Basarnas) menemukan lokasi jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 dalam tempo tiga hari setelah diberitakan hilang kontak sejak Minggu, 28 Desember 2014, tidak terlepas dari kerja keras tim SAR yang dipimpin Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI F Henry Bambang Soelistyo.

Sosok F Henry Bambang Soelistyo seketika menjadi populer karena kerap tampil di berbagai media massa untuk menyampaikan kepada masyarakat mengenai perkembangan pencarian para korban maupun serpihan pesawat nahas yang diperkirakan jatuh di perairan sekitar Teluk Kumai, Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah.

Namun pria kelahiran Yogyakarta tahun 1957 itu dengan rendah hati menyatakan bahwa keberhasilan pencarian dalam waktu singkat itu dicapai bukan karena kerjanya seorang diri, namun hasil itu diperoleh berkat kerja keras seluruh tim SAR yang luar biasa dan didukung sistem yang maksimal. "Ini kerja kami semua. Bukan hanya saya," katanya.

Gaya dan sikapnya yang tenang namun tegas saat melayani pertanyaan media massa dari dalam dan luar negeri, membuat Soelistyo semakin mendapat simpati masyarakat khususnya terkait dengan pencarian pesawat AirAsia rute Surabaya-Singapura tersebut.

Ia pun menuturkan hari-hari beratnya bersama tim SAR ketika kali pertama mendapat amanat Undang-Undang untuk melakukan pencarian korban maupun pesawat AirAsia yang dikabarkan hilang kontak.

Bahkan meski berlatar belakang seorang militer dan kerap bergelut dengan proses pencarian dan evakuasi, Soelistyo pun mengaku tak kuasa menahan air mata saat bertemu keluarga korban.

Berhadapan dengan kamera para wartawan untuk menyampaikan temuan tim SAR maupun perkembangan pencarian bukanlah hal yang sulit bagi Soelistyo.

Namun ia justru mengaku berat saat harus bertemu dan menyampaikan hasil kerja timnya kepada keluarga korban. Ia mengaku sempat melakukan teleconference dengan keluarga korban sebelum salah satu jasad korban dan serpihan pesawat QZ 8501 ditemukan pada 30 Desember 2014.

"Saya tiap hari melakukan teleconference dengan keluarga (korban) di sana. Terakhir kali, saya sampai mengeluarkan air mata," kata Soelistyo.

Menurut suami Ratih Setyaningsih itu, dirinya meneteskan air mata karena ikut merasakan duka mendalam sebagaimana dialami keluarga korban. Hal itulah yang terus memotivasi dirinya untuk berusaha keras melakukan yang terbaik dalam proses pencarian jenazah korban maupun serpihan pesawat itu.

Pria yang menempuh pendidikan di SMAN Argomulyo, Yogyakarta dan menyelesaikan S1 di Universitas Merdeka Madiun itu mengaku begitu sedih ketika hari-hari awal kerja tim SAR belum ada yang mengarah pada temuan keberadaan pesawat AirAsia atau penumpangnya.

"Begitu saya bertemu keluarga (korban), mereka berharap besar. Sementara waktu itu saya belum berhasil menemukan. Tetapi hari ini ada satu keyakinan, Tuhan kasih jalan kemudian saya sampaikan hal positif itu bahwa kita menemukan pesawat yang kita cari," ujar Soelistyo ketika mengumumkan penemuan lokasi jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501.



Seperti Pindah Rumah

Musibah jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 memang benar-benar menyita seluruh energi F Henry Bambang Soelistyo. Sejak pesawat berpenumpang 155 orang dan tujuh kru itu dikabarkan hilang kontak Minggu (28/12) pagi, Soelistyo merasa seperti berpindah rumah.

Ia terpaksa harus berada di Kantor Basarnas selama 24 jam. "Saya setiap malam tidur di kantor. Tidur paling mulai jam 03.00 WIB, jam 05.00 WIB sudah harus bangun lagi," kata dia.

Selama berada di kantor, Soelistyo bersama dengan stafnya mengevaluasi kerja yang tengah dilakukan tim SAR di lapangan. Mereka "menghitung" kemungkinan keberadaan pesawat dengan mempertimbangkan kondisi laut setiap hari.

"Saya punya tanggung jawab menyampaikan pada kalian (wartawan) dan mempertanggungjawabkan apa yang kami lakukan pada pihak keluarga dan masyarakat. Jadi, tentu harus dilakukan secara maksimal," tutur mantan Direktur Perencanaan Pertahanan (Renhan) Kementerian Pertahanan tersebut.

Keberhasilan menemukan lokasi jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 dalam tiga hari pencarian menimbulkan kelegaan seluruh anggota tim SAR dan menambah keyakinan tersendiri untuk menyelesaikan tugas mulia itu.

"Tidak tahu kenapa, tetapi ada keyakinan tersendiri yang tidak bisa saya jelaskan. Saya yakin hari ini Tuhan menunjukkan jalan. Meski, hasilnya tidak sesuai dengan harapan (karena korban meninggal). Itu kuasa Gusti Allah," ujar ayah dua anak tersebut.

Tim SAR Gabungan melibatkan personel dari Basarnas, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Indonesia (Polri), Palang Merah Indonesia (PMI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Asosiasi Kontraktor Survei Laut Indonesia (AKSLI), masyarakat, nelayan, tenaga ahli kedokteran dari beberapa universitas di Indonesia, serta bantuan dari Malaysia, Singapura, Australia, Korea Selatan, Jepang, Prancis, Amerika Serikat (AS), dan Rusia ada yang sudah bekerja sejak hari pertama pencarian pesawat.

Pusat komando dari tim SAR Gabungan ada di tangan Basarnas, dan posko utama ada di Kantor Pusat Basarnas di Kemayoran, Jakarta.

Soelistyo sejak awal menekankan kepada anak buahnya untuk terus menjaga semangat karena tugas-tugas pencarian itu semakin spesifik dan dinamika di lapangan juga sangat tinggi.

Semangat itu, katanya, dibutuhkan bagi seluruh tim SAR gabungan untuk menyelesaikan pekerjaan mulia mencari, mengevakuasi, merawat, mengidentifikasi, dan mengantarkan jenazah dari korban pesawat AirAsia yang jatuh di perairan Teluk Kumai, Kalimantan Tengah, kepada pihak keluarga.

Meski demikian, sejak hari pertama pencarian tim SAR Gabungan menghadapi cuaca yang tidak bersahabat. BMKG telah mengingatkan pencarian akan sulit dilakukan jika tinggi gelombang maupun curah hujan di perairan Bangka Belitung dan Selat Karimata sedang tidak bersahabat.

Hingga 13 Januari 2015 atau hari ke-17 pencarian, tim SAR gabungan telah menemukan total 48 jenazah korban. Tim juga berhasil mengangkat bagian ekor pesawat, meski belum menemukan kotak hitam.

Marsekal Madya TNI F Henry Bambang Soelistyo SSos menjabat sebagai Kepala Basarnas sejak 14 April 2014 menggantikan Letjen TNI (Mar) M Alfan Baharudin.

Kariernya sebagai penerbang dimulai dengan menempuh Sekolah Penerbang Angkatan 28, Sekolah Instruktur Penerbang Angkatan 35 dan berpengalaman sebagai penerbang tempur Hawk MK-53. Soelistyo juga pernah melakukan aerobatik solo dengan pesawat tersebut pada Jakarta Air Show (JAS 96) di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan leader pada tim aerobatic Jupiter tahun 1997. Selain itu, ia juga pernah menjadi anggota Kontingen Garuda XIV/Bosnia-Herzegovina sebagai pasukan United Nation Military Observer (1993-1994).

Pendidikan militer yang pernah ditempuhnya adalah Sekkau, Seskoau, Sesko TNI, Lemhannas DSC/DSSC, Sekbang Angkatan ke-28, Air Refueling Course A-4 Sky Hawk, Combat Survival Course, Sekolah Instruktur Penerbang serta Defence Strategic and Studies Course. Soelistyo memiliki tanda kehormatan Satya Lencana Kesetiaan VIII,XVI, XXIV, Satya Lencana Dwidya Sista, Satya Lencana Seroja, Satya Lencana Santi Dharma serta UN Medal dan Bintang Yudha Dharma Pratama.

Sedangkan karier militernya dimulai sebagai perwira penerbang Wing 300 Kohanudnas, kemudian perwira penerbang Skadron Udara 12 Lanud Pekanbaru, Kadisops Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi, Danskadik 103 Lanud Adi Sutjipto, Danwing 3 Lanud Iswahjudi, Dan Lanud Sultan Hasanuddin, dosen utama Sesko TNI, Paban II Mindik Ditdik Sesko TNI, Pangkosek III/Medan, Kadispenau, Pangkohanudnas, Dirrenhan Kemenhan RI, dan Kepala Basarnas hingga saat ini.

Oleh Arief Mujayatno
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015