Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden, M. Jusuf Kalla, menegaskan bahwa bencana lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur, bukan merupakan bencana nasional, namun bencana kecelakaan kerja, sehingga PT Lapindo Brantas Inc. harus membeli tanah, rumah dan harta benda milik warga yang terendam lumpur.
"Karena itu, katakanlah kecelakaan kerja, maka PT Lapindo Brantas Inc. tentunya harus membeli dengan nilai wajar. Katakanlah harus lebih baik dari sebelumnya, sekitar 10 atau 20 persen diatasnya," kata Wapres Kalla seusai Shalat Jumat, di Jakarta.
Sebelumnya, Wapres telah meminta PT Lapindo Brantas Inc. untuk memberikan ganti rugi terhadap aset-aset warga berupa tanah dan sawah di atas harga normal. Menurut Wapres, hal itu dilakukan, agar masyarakat bisa berusaha kembali dan memiliki kehidupan yang layak.
Untuk melakukan penggantian tersebut, Wapres mengingatkan, agar dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada, dan akan ada tim kecil yang meneliti soal keabsahan kepemilikan seperti surat-surat dan sebagainya.
"Jangan sampai nanti ada tuntutan dari cucunya atau yang lainnya," kata Wapres.
Menanggapi adanya desakan, agar PT Lapindo Brantas Inc., harus membuat semacam surat perjanjian, menurut Wapres, hal itu diperlukan, agar ada kepastian di masyarakat.
PT lapindo, katanya, harus membuat surat yang jelas dan tegas bahwa apa yang disetujui akan bisa diselesaikan, karena punya kewajiban untuk merelokasi warga dan juga memberikan ganti untung.
"Karena itu, perlu kepastiannya. Masyarakat menuntut, maka harus dibikin kriteria, penilaiannya harus betul tanpa harus merugikan masyarakat, kalau perlu di atas rata-rata 10 atau 20 persen supaya masyarakat bisa bekerja kembali," kata Wapres.
Ketika ditanya pers, apakah pemerintah akan mengambil alih hak dan kewajib PT Lapindo Brantas Inc. dengan mengkategorikan sebagai bencana alam nasional, Wapres menegaskan kembali, jika pemerintah mengatakan hal itu sebagai bencana nasional, maka pemerintah harus membantu.
Namun, ia mengemukakan, kalau pemerintah membantu, maka ada ketentuannya seperti apa yang terjadi saat bencana alam di Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yakni bantuan maksimal yang akan diberikan hanya senilai Rp 30 juta atau lahan seluas 30 meter persegi.
"Itu kalau kita katakan sebagai bencana alam, maka pemerintah ambil alih dengan memberikan bantuan. Lebih dari jumlah itu, pemerintah tak bisa, karena nanti akan jadi preseden," kata Wapres.
Dalam hitungan Wapres, jika memang pemerintah mengambil alih bencana lumpur panas tersebut, maka akan dibutuhkan dana tak lebih dari Rp150 milyar untuk memberikan bantuan kepada masyarakat.
"Namun, kalau itu yang terjadi, masyarakat tidak akan mau. Jadi sulit, karena itu metodanya ini, katakanlah kecelakaan kerja, jadi PT Lapindo Brantasa Inc. harus membelinya," kata Wapres.
Saat ini, warga empat desa di Sidoarjo sedang menunggu kepastian ganti rugi atas aset tanah, rumah, dan sawah mereka dari pihak Lapindo Brantas yang bertanggung jawab memberi ganti.
Tim Nasional Penggulangan Bencana Lumpur (Timnas) tersebut mencatat, masyarakat meminta ganti rugi sebesar Rp1 juta per meter persegi untuk tanah pekarangan, Rp1,5 juta per meter persegi untuk bangunan satu lantai, dan Rp3 juta per meter persegi untuk bangunan dua lantai, serta Rp120 ribu per meter persegi untuk sawah.
Sebagai perbandingan NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) di daerah tersebut bervariasi antara Rp30.000-Rp60.000 per meter persegi untuk sawah, dan Rp70.000 sampai Rp80.000 per meter persegi untuk tanah pekarangan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006