Dalam rapat internal yang kita lakukan di Komisi II itu ada beberapa permasalahan yang dibahas mengenai revisi Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah dan salah satunya adalah sistem paket atau tidak dalam pilkada,"
Makassar (ANTARA News) - Pemilihan kepala daerah secara langsung dengan sistem satu paket, yakni calon kepala daerah berpasangan dengan calon wakilnya masih diinginkan oleh hampir semua fraksi Komisi II DPR RI.

"Dalam rapat internal yang kita lakukan di Komisi II itu ada beberapa permasalahan yang dibahas mengenai revisi Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah dan salah satunya adalah sistem paket atau tidak dalam pilkada," ujar Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Luthfi Andi Mutty saat dihubungi telepon genggamnya, Selasa.

Dia mengatakan, dalam rapat internal laporan panitia kerja (panja) memang ada beberapa hal yang masih menjadi perdebatan terkait revisi Undang-Undang Pilkada. Satu di antaranya mengenai sistem satu paket dalam pemilihan kepala daerah.

Menurut legislator Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) itu, pada awal pembahasan, dari beberapa fraksi menginginkan calon kepala daerah maju sendiri di pilkada tanpa didampingi wakilnya.

Namun, pada rapat kemudian yang digelar, hal itu terbantahkan setelah sebagian besar fraksi berkeinginan agar pilkada tetap dalam sistem satu paket seperti yang sebelum-sebelumnya.

"Khusus poin ini (sistem satu paket) berpeluang besar tetap diterapkan di pilkada nanti. Mayoritas fraksi sepakat menginginkan itu, tapi tanpa dinasti politik," katanya.

Padahal diketahui dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota hanya diatur untuk memilih kepala daerah. Kemudian untuk wakilnya diusulkan oleh kepala daerah terpilih yang akan ditetapkan oleh Presiden.

Terlebih jumlah wakil bakal disesuaikan dengan jumlah penduduk di setiap daerahnya. Sehingga terdapat kemungkinan di suatu daerah memiliki lebih dari satu wakil kepala daerah.

Luthfi memaparkan, selain sistem satu paket, Komisi II DPR RI juga masih memperdebatkan mengenai siapa penyelenggara pilkada. Apakah tetap diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) atau dikembalikan ke pemerintah.

Menurut Luthfi, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan dan menegaskan bahwa pilkada mendatang merupakan rezim pemerintah daerah, bukan rezim pemilihan umum (pemilu). Makanya penyelenggaranya tetap pemerintah.

"Hanya saja kalau pemertintah lagi-lagi mengembalikan ke KPUD, berarti KPUD berstatus adhoc. Kalau adhoc, siapa yang mensupervisi nantinya jika ada masalah. Ini yang masih digodok," katanya.

Salah satu bakal calon kepala daerah Kabupaten Bulukumba, Arum Spink beranggapan bahwa pilkada tidak satu paket lebih bagus karena akan tampak kompetisi nantinya. Sementara jika maju bersama wakilnya, peluang tidak akurnya lebih besar.

"Kalau calon kepala daerah maju sendiri akan bisa dilihat siapa yang laik dan tidak. Apalagi saat tahapan uji publik nantinya," sebutnya.

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015