Jakarta (ANTARA News) - Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Riau Gulat Medali Emas Manurung divonis hukuman tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan karena dinilai terbukti memberikan uang 166.100 dolar AS (sekitar Rp2 miliar) kepada Gubernur Riau 2014-2019 Annas Mamun.

Ketua Majelis Hakim Supriyono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, menyatakan Gulat terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diancam pidana dalam dakwaan primer pasal 5 ayat 1 huruf b subsider pasal 13 Undang-Undang (UU) No. 31/1999 jo. UU. No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum, yang meminta hakim menjatuhkan hukuman selama 4,5 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider enam bulan kurungan kepada Gulat.

"Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa kontraproduktif dengan pemberantan korupsi di Tanah Air dan menciderai tatanan birokrasi pemerintahan Indonesia dalam upaya bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme," katanya.

"Hal-hal yang meringankan adalah terdakwa sopan, menyesali perbuatan dan belum pernah dihukum," tambah hakim Supriyono.

Menurut hakim Gulat memberikan uang 166.100 dolar AS yang kemudian dikonversi menjadi 156 ribu dolar Singapura dan Rp100 juta agar areal kebun sawit milik dan teman-temannya di Kabupaten Kuantan Singingi seluas kurang lebih 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas kurang lebih 1.214 hektare masuk ke surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di provinsi Riau yang bertentangan dengan kewajiban Annas Maamun selaku penyelenggara negara.

Pemberian uang diawali dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan yaitu Zulkifli Hasan yang saat ini menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

SK tertanggal 8 Agustus 2014 bernomor SK.673/Menhut-II/2014 tersebut memuat tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektare yang diberikan pada acara peringan hari ulang tahun Provinsi Riau pada 9 Agustus 2014.

Annas kemudian menerbitkan Surat Gubernur Riau No 050/Bappeda/58.13 tangal 12 Agustus 2014 perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau dalam Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Sesuai hasil Rekomendasi tim terpadu yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Peruntukan SK tersebut antara lain berisi agar ada peruntukan untuk jalan tol, jalan provinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan rakyat miskin seluas 1.700 hektare di Kabupaten Rokan Hilir.

Karena mengetahui ada revisi terhadap SK Menhut tersebut, Gulat menemui Annas untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit miliknya dan teman-temannya masuk dalam usulan revisi kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.

Annas pun mengarahkan Gulat untuk berkoordinasi dengan Kepala Bidang Planalogi Dinas Kehutanan Cecep Iskandar.

Atas permintaan Gulat, Cecep meminta Gulat memberikan gambar peta lokasi areal yang akan direvisi.

Setelah dilakukan pengukuran ternyata ada beberapa kawasan yang tidak bisa dimasukkan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung, namun Gulat meminta agar tetap dimasukkan ke dalam usulan.

Cecep akhirnya memberikan sejumlah masukan terhadap materi usulan revisi pada 17 September 2014 kepada Annas Maamun dan ditandatangai dalam SK Gubernur Riau No 050/Bappeda/8516.

Usulan itu antara lain agar kebun untuk masyarakat miskin yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di antaranya kabupaten Rokan Hilir seluas 1.700 hektare, kabupaten Siak kurang lebih 2.054 hektare, serta kabupaten lain-lain yang telah memasukkan areal perkebunan sawit untuk diubah dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan/APL sebagaimana diminta Gulat.

"Dalam surat revisi usulan tersebut, pada kenyataannya Annas Maamun tidak hanya memasukkan areal kebun sawit Gulat Manurung dan teman-temannya, dan PT Duta Palma, tetapi juga memasukkan areal kebun miliknya ke dalam surat usulan revisi yang disampaikan kepada Menhut. Padahal areal tersebut tidak masuk dalam rekomendasi tim terpadu," ungkap hakim Joko Subagyo.

Annas lalu menghubungi Gulat untuk meminta uang sebesar Rp2,5 miliar terkait pengurusan usulan revisi tersebut namun hanya disanggupi 166.100 dolar AS atau setara Rp2 miliar, yang diperoleh terdakwa dari Edison Marudut Marsadauli 125.000 dolar AS atau setara Rp1,5 miliar dan sisanya sekitar 41.100 dolar AS atau setara Rp500 juta milik Gulat sendiri.

"Dengan demikian maksud pemberian uang 156 ribu Singapura dan Rp500 juta itu diberikan dengan maksud agar melakukan sesuatu terkait jabatannya yaitu memasukkan areal kebun sawit Gulat Manurung, teman-temannya, PT Duta Palma dan kebun miliknya sendiri ke dalam usulan revisi kawasan hutan menjadi bukan hutan. Padahal area-area itu tidak masuk dalam rekomendasi tim terpadu," jelas hakim Joko.

Hakim juga menyoroti peran Zulkifli Hasan yang menerbitkan SK revisi tersebut.

"Di sisi lain Menteri Kehutanan juga memberikan peluang atau harapan apakah akan mengajukan revisi surat keputusan tersebut. Jika bukan karena itu Annas Maamun, terdakwa dan teman-teman terdakwa tidak akan mengusulkan revisi tersebut," tegas hakim Joko.

Atas putusan itu Gulat menyatakan akan pikir-pikir. Jaksa KPK juga mengatakan masih akan pikir-pikir.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015