Jakarta (ANTARA News) - Praktisi Teknologi Informasi (TI), DR Ir. Onno Widodo Purbo, menegaskan bahwa tindak kejahatan memanfaatkan teknologi Internet (Cybercrime) hingga saat ini masih sulit dibawa ke jalur hukum, karena masalah barang bukti. "Cybercrime sulit untuk bisa dibawa ke jalur hukum, karena sering tidak ada barang buktinya," ujar pakar mikroelektronika lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu di Jakarta, Selasa. Alumni program doktoral di salah satu perguruan tinggi di Kanada tersebut mengatakan, bagaimana pun kejahatan di dunia maya, seperti traksaksi palsu/penjebol kartu kredit di Internet (carding), perusakan sistem aplikasi online (hacking), pornografi (cyberporn), dan perjudian di Internet (cybergambling) sulit didapatkan barang buktinya. Oleh karena itu, menurut Onno, kejahatan dengan menggunakan Internet hingga kini sangat sulit dapat dibawa ke jalur hukum, apalagi biasanya para pelaku (carding) ataupun (hacking) dapat secara mudah menghilangkan barang bukti, karena biasanya mereka ahli dalam bidang TI. Sementara itu, pengamat TI yang juga Pemimpin Redaksi detikINET, Donny B.U., mengemukakan bahwa tindak kejahatan dengan menggunakan Internet sangat mudah dilakukan di mana saja, dan biasanya para pelaku menggunakan warung Internet (warnet), agar mereka tidak terdeteksi. Dia mengatakan, kendala yang dihadapi di lapangan biasanya justru ketidakacuhan pemilik warnet itu sendiri terhadap siapa saja yang telah menggunakan layanan di tempatnya. Menurut Donny, pemilik warnet hanya mementingkan pendapatannya saja tanpa menyeleksi siapa saja yang menggunakan Internet di kedainya. Bahkan, dia mengatakan, ada warnet yang justru memberikan layanan "plus-plus" alias di luar kepatutan. Sedangkan, dosen Fakultas Ilmu Budaya dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Atik Triratnawati, mengemukakan bahwa pelaku carding awalnya hanya merupakan kebutuhan gaya hidupnya saja. Dia mengatakan, menurut penelitian yang pernah dilakukan mahasiswanya ditemukan sejumlah fakta bahwa para pelaku carding biasanya hanya memanfaatkan hasil tindak kriminalnya untuk membeli suatu barang yang kemudian dipamerkan kepada teman-temannya. Atik juga mengatakan, pelaku carding tidak akan membobol kartu kredit dari belahan dunia ketiga, seperti Indonesia, karena mereka juga akan membobol pemilik kartu kredit dari negara kaya. "Biasanya pelaku carding akan mengembalikan dana ke kartu kredit yang ternyata berasal dari negara di dunia ketiga," demikian Atik Triratnawati. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006