Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengakui belum maksimal dalam pengawasan dan juga penindakan terhadap pengolahan limbah cair sejumlah perusahaan yang berada di lima wilayah ibukota. "Sampai saat ini memang belum ada tindakan hingga pencabutan ijin, namun saya tetap menginginkan jangan cuma yang baik saja kita kasih penghargaan dan yang lainnya kita biarkan," kata Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso usai menghadiri acara penyerahan penghargaan terhadap 85 perusahaan terbaik dalam pengolahan limbah, di Jakarta, Rabu (20/19). Ia memaparkan, perusahaan-perusahaan yang terbukti lalai dalam pengelolaan limbah cair sehingga mengakibatkan pencemaran, harus mendapat tindakan yang tegas. "Memang harus ada hukuman yang pantas, misalkan kita tutup usahanya karena dia telah merugikan masyarakat," tuturnya. Teguran itu, masih menurutnya, dimulai dari teguran pertama hingga teguran ketiga. Namun diakuinya hingga saat ini hal itu belum maksimal dilakukan. "Pencemaran di sungai untuk mengatasinya bukanlah hal yang mudah, untuk itulah salah satunya kita ketengahkan megalopolitan," tambahnya. Dengan adanya sistem Megalopolitan, Sutiyoso yakin bahan-bahan pencemar yang diduga tidak hanya datang dari pabrik yang beroperasi di Jakarta tersebut dapat dicegah sedini mungkin melalui kerjasama dengan pemerintah daerah di luar Jakarta. Berdasarkan data statistik DKI pada 2000, terdapat 22.506 perusahaan atau kegiatan industri di Jakarta yang menghasilkan limbah cair. Perusahaan-perusahaan tersebut terbagi atas lima kategori yaitu Industri, Rumah Sakit, Hotel, Apartemen dan Pusat Perbelanjaan, termasuk toko. Dari hasil monitoring BPLHD selama 2005, baru 746 perusahaan yang telah memeriksakan secara rutin limbah cairnya ke laboratorium BPLHD DKI Jakarta. Sementara itu Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Budi Rama Natakusumah, menyatakan, pemeriksaan pengolahan limbah cair dilakukan setiap tiga bulan. "Memang baru terdapat 746 pabrik yang tertib, dari jumlah itu kita pilih 85 perusahaan yang terbaik," tambahnya. Budi Rama menambahkan 746 pabrik itu merupakan bagian dari 1.000 lebih perusahaan atau pabrik yang oleh BPLHD DKI dinilai mempunyai dampak besar terhadap lingkungan sehingga diutamakan pengawasan pengolahan limbah cairnya. Ia mengakui masih banyak pabrik yang belum mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang sesuai dengan standar, namun ditambahkannya saat ini baru pabrik yang mempunyai potensi berdampak pada masyarakat yang diutamakan pengawasannya. "Untuk itu kita akan terus memberi dorongan pada mereka sehingga mau menyerahkan sample pengolahan limbah cair mereka. Terlebih adanya kajian analisis dampak lingkungan saat ini semakin penting," tambahnya. Ia mencontohkan bila ada perusahaan yang ingin meminta pinjaman atau hendak menerima investasi dari asing, mereka akan diminta kajian Amdalnya. "Bila kita temukan adanya hasil pengolahan limbah cair yang ada di ambang batas yang telah ditentukan, kita akan beri teguran. Bila sampai tiga kali tidak diindahkan kita akan tutup saluran pembuangannya," tegasnya. Terkait dengan indikasi 13 sungai di DKI yang telah tercemar limbah sebanyak 78 persen, Budi Rama menyatakan kontribusi terbesar sebenarnya berasal dari limbah domestik rumah tangga. "Sejumlah 70 persen limbah rumah tangga dan 30 persennya dari pabrik atau perkantoran," ungkapnya.(*)

Copyright © ANTARA 2006