... ironi karena kami di Komisi VII malah telah melakukan penghematan anggaran Kementerian ESDM dari Rp18,7 triliun menjadi Rp17,3 triliun...
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana, mengeluhkan kejujuran yang ia sampaikan namun malah menjeratnya sebagai terdakwa dalam dugaan penerimaan suap dan hadiah terkait pembahasan anggaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

"Saya akan membacakan eksepsi yang berjudul Mahalnya Arti Kejujuran. Saya korban jargon KPK, jujur itu hebat tapi saya jujur kok malah dijerat," kata dia, dalam sidang pembacaan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin.

Kali ini dia serius, dan tidak lagi meluncurkan ungkapan-ungkapan khas Bhatoegana, di antaranya: "Ngeri-ngeri sedaaap..." yang terkenal itu.

Bhatoegana didakwa menerima uang dari Waryono Karno senilai 140.000 dolar Amerika Serikat dalam pembahasan APBN 2013 Kementerian ESDM. 

Ia juga didakwa menerima hadiah-hadiah lain yaitu menerima satu unit mobil Toyota Alphard dari Direktur PT Dara Trasindo Eltra, Yan Achmad Suep, uang tunai sejumlah Rp50 juta dari Menteri ESDM 2011-2014, Jero Wacik, uang tunai sejumlah 200.000 dolar Amerika Serikat, dari Kepala SKK Migas Januari-Agustus 2013, Rudi Rubiandini, mendapatkan rumah sebagai posko pemenangan dari pengusaha Saleh Abdul Malik.

"Saya sering ingatkan kepada semua mitra Komisi VII agar tidak melayani oknum-oknum anggota Komisi VII yang suka minta dana untuk kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan Komisi VII," ungkap Bhatoegana.

Bahkan Sutan mengaku pernah membantu program-program KPK misalnya saat kepemimpin Antasari Azhar yang menginginkan agar KPK dapat dilibatkan dalam pembahasan anggaran di komisi-komisi DPR.

"Komisi VII yang salah satu pimpinanya adalah saya mengatakan mendukung 100 persen rencana tersebut tanpa perlu izin sama sekali. Selanjutnya pada zaman Timur Pradopo sebagai Kapolri, saya diminta untuk membantu Polri dalam membongkar kasus korupsi Bendum (bendahara umum, red) Partai Demokrat saudara Nazaruddin dan sesuai dengan permintaan Pak SBY melalui Kapolri, siang malam saya selalu berkoordinasi dengan mabes Polri untuk membantu KPK dan ternyata hasilnya sukses karena Nazaruddin tertangkap di Cartagena dan di sini KPK mulai mengusut kasus Wisma Atlet Hambalang," tambah Sutan.

Sutan menjelaskan bahwa ia sudah menyiapkan buku berjudul "Ngeri-ngeri Sedap Menggoyang Senayan" yang dilengkapi dengan sambutan SBY.

"Namun belum diedarkan saya sudah menjadi tersangka," kata Sutan kecewa.

Ia mengaku kecewa dengan KPK atau oknum-oknum KPK yang dinilai berbuat sewenang-wenang atas dirinya dan keluarganya.

"Oknum KPK tidak menghiraukkan dampak psikis yang keluarga saya alami. Belum lagi kantor anak saya digeledah di SKK Migas seolah-olah saya dan anak saya ada main dengan proyek-proyek di SKK Migas, tapi Alhamdullilah semua dugaan KPK tidak terbukti," jelas Sutan.

Sutan yang juga merupakan komisaris independen maskapai Egypt Air mengaku tidak pernah mengganti nomor ponselnya karena ingin menunjukkan kepada KPK bahwa kehidupannya tidak ada yang aneh apalagi merugikan negara.

"Kenapa saya jadi tersangka secara mendadak tanpa pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus pembahasan APBN-P 2013?," kata dia. 

"Karena saya juga akan berencana menggugat pencurian suara saya di pemilu 2014 ke MK, besoknya tanggal 14 Mei 2014 saya ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya. 

Dia lanjutkan, "Sungguh ironi karena kami di Komisi VII malah telah melakukan penghematan anggaran Kementerian ESDM dari Rp18,7 triliun menjadi Rp17,3 triliun sehingga menghemat uang rakyat sebesar Rp1,4 triliun atas persetujuan Komisi VII."

Sedangkan terkait dakwaan yang dituduhkan kepadanya, dia membantah semuanya.

Pertama, mengenai pertemuan dengan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Waryono Karno, di restoran Edogin Hotel Mulia diakui dia sebagai pertemuan membahas jadwal rapat dan materi rapat karena sudah dua kali raker dengan menteri ESDM ditunda.

"Jadi tidak ada sama sekali berbicara di luar tentang pekerjaan ataupun membuat deal-deal tertenu untuk mendapatkan dana bagi anggota Komisi VII. Saya pun tidak pernah ikut untuk memimpin pembahasan anggaran dalam satuan tiga APBN 2013, kecuali hanya membuka dan menutup hasil pembahasan karena saya menghindari fitnah kalau membahas anggaran dengan pemerintah seolah-olah sudah disetujui," jelas dia.

Ia juga menilai kondisinya sebagai sinetron yang dirangkai-rakain selama ini dicocok-cocokkan seolah-olah seperti suatu rangkaian cerita yang sebenarnya misalnya tentang pemberian uang Tunjangan Hari Raya dari Rubiandini dan memperkenalkan saudara Direktur PT Rajawali Swiber Cakrawala, Denni Karmainan, kepada Rubiandini.

Sedangkan mengenai dakwaan menerima mobil Toyota Alphard 2.4 AT Tipe G warna hitam dari Suep, dia mengaku hal itu tidak terkait dengan pembahasan angaran Kementerian ESDM.

"Awalnya adalah saya berencana melakukan tukar tambah mobil Alphard lama dan 1 mobil Mercy dengan mobil Alphard baru yang lebih kecil 2.500 cc milik sahabat saya Yan Suep," kata dia.

"emudian rencana kami batalkan dan mengembalikan semua dana milik Pak Yan yang terpakai. Ini tidak ada kaitan dengan APBN 2013 karena saya dan pak Yan tidak punya bisnis apapun kecuali persahabatan sejak 2001 karena beliau bersimpati dengan Partai Demokrat dan SBY," jelas dia.

Tentang rumah dari Saleh Abdul Malik selaku Komisaris PT SAM Mitra Mandiri yang pernah menjadi anggota DPR 2004-2009, dia menjelaskan, rumah itu dipinjamkan selama kampanye calon gubernur. Ia dan Malik pun sama-sama bekerja di Egypt Air.

"Sedangkan uang Rp50 juta dari Jero Wacik, saya tidak pernah minta dan mengharapkan sesuatu kalau berkunjung ke Kementerian ESDM. Semua tuduhan hanya dibuat-buat dan dicari-cari. Saya mohon ketua majelis hakim dapat membebaskan saya dari semua dakwaan JPU yang tidak berdasarkan fakta dan bukti yang ada," kata Bhatoegana.

Pada sidang itu, pengacara Bhatoegana, Eggy Sudjana, juga mengajukan penangguhan tahanan dia.

Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015