Jakarta (ANTARA News) - Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk hak pekerja migran Jorge Bustamante, Kamis, meminta Pemerintah Indonesia untuk terus memantau perilaku penyalur tenaga kerja yang merugikan pekerja migran. Jorge Bustamante di hari terakhir kunjungannya di Jakarta menyatakan, diperlukan perhatian lebih kepada cara kerja agen-agen penyalur tenaga kerja, mekanisme penyelenggaraannya dan penerapan hukuman bagi agen-agen yang memperlakukan para pekerja secara kejam. Dia juga meminta agar Pemerintah Indonesia memastikan hukum domestik dan pelaksanaannya sesuai dengan kewajiban internasional untuk melindungi hak-hak kaum wanita seperti yang tercantum di Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW). Konvensi itu, lanjut dia, adalah salah satu perangkat yang paling penting untuk memperbaiki hak kaum migran di seluruh dunia. Menurut dia, persaingan dan praktek-praktek yang tidak etis di antara agen-agen penyalur dan perekrut tenaga kerja menyebabkan terbentuknya suatu situasi yang mengurangi efektifitas peraturan yang berlaku dan mengkompromikan hak-hak kaum migran. Untuk melawan keadaan ini sejumlah LSM Indonesia, menurut dia, telah memainkan peranan yang penting. Namun dia berharap pelaku sosial lainnya seperti media, sekolah, majikan, polisi dan pejabat imigrasi seharusnya juga turut terlibat. Bustamante juga mendorong aktivitas untuk mengkampanyekan kesadaran akan hak-hak kaum migran dan situasi kaum migran yang tidak terdokumentasikan, misal kenyataan bahwa kaum migran terdiri dari kelompok rentan dan mereka memerlukan perlindungan hukum yang memadai yang perlu dipromosikan. Dalam kunjungan keduanya ke Indonesia, Bustamante melihat pemerintah Indonesia telah menunjukan kemauan politik yang signifikan dan telah mengambil langkah-langkah yang penting untuk menjawab kebutuhan dan masalah yang dihadapi kaum migran secara umum, dan secara khusus bagi pekerja migran wanita. Namun, kata dia, jumlah pekerja migran wanita Indonesia yang semakin meningkat, dan seringkali terfokus pada pekerjaan rumah tangga dimana mereka tidak memiilki perlindungan hukum yang memadai dan akses yang terbatas ke pelayanan sosial, membuka peluang untuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satu bagian penting dari kunjungannya, menurut Bustamante adalah perjalanannya ke Tanjung Pinang dan Entikong untuk melihat langsung daerah perbatasan dan bertemu dengan imigran Indonesia untuk melihat pusat keberangkatan dimana pekerja migran dibekali dengan pelatihan awal untuk beradaptasi dengan kondisi di negara tujuan. Melalui pertemuannya dengan pekerja migran wanita Indonesia, dia mendengar tentang berbagai pelanggaran hak asasi di lingkungan kerja di negara tujuan, antara lain jam kerja yang panjang tanpa uang lembur, tidak ada hari istirahat, upah yang tidak penuh dan tidak teratur, serta pelanggaran psikis, fisik dan seksual. Oleh karena itu dia secara aktif mendorong Indonesia untuk mengawasi agen-agen penerima dan penyalur tenaga kerja di negara penerima, serta tempat-tempat kerja yang mengeksploitasi pekerja domestik namun pelakunya tidak dikenai tindakan hukum. Jorge Bustamante ditunjuk sebagai Pelapor Khusus pada Agustus 2005. Mandat itu dibentuk 1999 untuk mengkaji cara dan perangkat untuk mengatasi hambatan-hambatan sehingga dapat melindungi hak asasi pekerja migran sebaik-baiknya dan secara efektif, termasuk hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan pemulangan pekerja migran yang tidak tercatat atau berada dalam situasi yang tidak biasa. Di Indonesia Bustamante bertemu dengan berbagai kalangan, mulai dari pejabat pemerintah, badan-badan PBB, LSM dan masyarakat sipil.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006