Jakarta (ANTARA News) - Sistem peringatan dini Tsunami (Tsunami Early Warning System/TEWS) yang mulai dibangun Indonesia sejak 2005 telah mampu memberi informasi gempa dalam waktu delapan menit dari sebelumnya lebih dari 30 menit. "Terealisasinya kemajuan dalam sistem komponen struktur TEWS membuat sistem informasinya lebih cepat," kata Deputi Menristek Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Dr Idwan Suhardi, kepada wartawan di Jakarta, Jumat. Infrastruktur itu meliputi 70 titik seismograf yang tersebar dalam 10 regional dan jaringan accelerograf (pengukur rambatan gempa - red) 51 titik oleh BMG. "Jika seismograf bisa terpasang seperti rencana 160 titik di berbagai daerah dan accelerograf terpasang hingga 500 titik seperti rencana, maka informasi gempa bisa diberikan dalam waktu lima menit saja," katanya. Selain seismograf dan "accelerograf" itu, juga telah dipasang peralatan monitor gelombang laut berupa stasiun tide gauge (pemantau pasang surut) 54 titik dari rencana 120 titik, DART Buoy (pendeteksi gelombang laut) dua unit dari rencana 22 titik dan sistem monitor deformasi kerak bumi di tiga lokasi dari 37 unit rencana. Sistem tersebut dilengkapi dengan sistem komunikasi menggunakan V-Sat dan sistem integrasi dan pemrosesan di pusat operasional BMG yang menghasilkan informasi gempa dan peringatan tsunami ke masyarakat. Sementara itu, Kepala BPPT, Said D Jenie, mengatakan Indonesia juga akan meluncurkan buoy buatan negeri sendiri, yang akan diterjunkan di Selat Sunda pada 26 Desember 2006. "Buoy itu senantiasa mengirim data seketika hasil pantauannya ke satelit lalu ditransfer ke stasiun BMG untuk disebarkan apakah akan ada potensi tsunami. Untuk sementara peluncuran buoy itu satu unit dulu dan akan disusul enam unit lagi tahun depan," katanya. Saat ini telah beroperasi tiga buoy, yakni dua buoy di perairan Padang bantuan Jerman, satu buoy hasil kerjasama dengan Malaysia di Aceh, dan rencana satu buoy di Bali kerjasama dengan AS. Sedangkan, Deputi Sistem Data dan Informasi BMG, Prih Harijadi, mengemukakan buoy hasil riset BPPT akan diluncurkan di sekitar 50 km dari palung Laut Jawa atau sekitar 200-250 km jauhnya dari pantai Banten. "Kecepatan informasi delapan menit sangat berguna bagi masyarakat pesisir di wilayah yang jauh letaknya dari wilayah gempa, misalnya gempa di laut kedalaman 4.000 meter di 200 vkm dari pantai menghasilkan tsunami 500 km per jam, dalam rentang waktu itu cukup banyak yang bisa dilakukan sebelum tsunami datang," katanya. Menurut dia, lebih dari 30 persen pemda telah membuat peta rawan bencana dan cara evakuasinya, khususnya di kawasan pantai atau patahan, dan Padang adalah yang paling siap. Pada 26 Desember itu juga akan dilakukan simulasi Tsunami Drill di Bali, pembuatan peta dan jalur evakuasi, penyiapan sistem peringatan dan lainnya oleh berbagai instansi. (*)

Copyright © ANTARA 2006