Cilacap (ANTARA News) - Aktivis Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Iweng Karsiwen bersyukur atas kebijakan pemerintah yang menunda pelaksanaan eksekusi hukuman mati terpidana kasus narkoba asal Filipina Mary Jane Fiesta Veloso.

"Saya bersama teman-teman sangat senang sekali atas keputusan yang sementara ini. Tidak sia-sia dimana kami hampir sebulan ini mengunjungi beberapa gereja, beberapa organisasi, lembaga negara, dan melobi pemerintah untuk menghentikan eksekusi Mary Jane," kata Iweng di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu dini hari.

Kendati perjuangan tersebut untuk sementara cukup berhasil, dia mengatakan bahwa pihaknya belum puas karena masih menunggu berlangsungnya proses hukum kasus di Filipina.

Dalam hal ini, kata dia, bandar narkoba sekaligus pelaku "trafficking" yang merekrut Mary Jane, Christina telah menyerahkan diri bersama kekasihnya, Julius.

"Kalau Christina dan Julis sudah dinyatakan bersalah sebagai pihak yang memiliki barang itu, sudah seharusnya pemerintah Indonesia membebaskan Mary Jane. Itulah yang sedang kita kejar, bagaimana meyakinkan Christina dinyatakan bersalah," katanya.

Ia mengatakan bahwa rasa senang itu hanya sementara karena eksekusi mati terhadap Mary Jane sekadar ditunda bukan dibatalkan.

Sementara saat ditemui wartawan usai menghadiri eksekusi di Pulau Nusakambangan, salah seorang anggota tim kuasa hukum Mary Jane, Agus Salim mengatakan bahwa eksekusi mati terhadap kliennya ditunda.

"Ditunda, ditunda," kata Agus bersama kakak Mary Jane, Maritess sambil berjalan meninggalkan Dermaga Wijayapura pada hari Rabu (29/4), pukul 03.07 WIB.

Mary Jane Fiesta Veloso merupakan salah seorang terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap kedua karena grasinya telah ditolak oleh Presiden Joko Widodo.

Akan tetapi beberapa saat menjelang pelaksanaan eksekusi tahap kedua pada Selasa (28/4) malam, Kejaksaan Agung menunda eksekusi terhadap Mary Jane.

Dengan demikian, dalam eksekusi yang dilaksanakan di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan, Cilacap, pada hari Rabu (29/4), pukul 00.25 WIB, hanya ada delapan terpidana kasus narkoba yakni Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), dan Okwudili Oyatanze (Nigeria).

Sebelumnya, Mary Jane divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, DIY, pada 2010.

Terpidana ini kemudian mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) setelah grasinya ditolak Presiden.

Namun dalam sidang PK yang digelar di PN Sleman bulan lalu, MA memutuskan menolak permohonan PK tersebut, dan tetap pada putusan PN Sleman.

Mary Jane yang merupakan korban perdagangan manusia ditangkap petugas Bea dan Cukai Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta karena terbukti membawa narkoba jenis heroin seberat 2,6 kilogram senilai Rp5,5 miliar saat turun dari pesawat terbang rute Kuala Lumpur-Yogyakarta pada 2010.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015