Jakarta (ANTARA News) - Masa depan yang damai ada di pundak generasi muda, itulah yang mendorong Irfan Amalee menggagas Peace Generation yang bertujuan mempromosikan perdamaian lewat media kreatif.

"Pada 2007 saya membuat buku pendidikan perdamaian, berkolaborasi dengan Eric Lincoln dari Amerika Serikat," ujar lulusan Tafsir Hadis Universitas Islam Negeri dalam acara Temu Jurnalis, Blogger dan Penulis di Jakarta, Rabu.

Irfan menuturkan 90 persen kekerasan yang terjadi di dunia adalah "warisan kekerasan dari era sebelumnya". Bila generasi baru dididik untuk tidak melanjutkan warisan buruk tersebut tentu perdamaian tidak hanya jadi angan-angan.

"Di sekolah, nilai perdamaian dalam modul ini dimasukkan ke pelajaran seperti PPKN atau Agama untuk tingkat SD-SMP," ujar Irfan pada Antara News.

Aceh menjadi tempat pertama penyebaran nilai perdamaian yang ditawarkan Peace Generation. Meski awalnya terkendala prasangka buruk karena salah satu penulisnya berkebangsaan AS, buku ini akhirnya diterima masyarakat Aceh.

Modul pendidikan berisi nilai perdamaian kini telah dipakai di berbagai sekolah Indonesia dan luar negeri. Modul perdamaian itu juga dipakai di Filipina, Malaysia dan Singapura dengan bahasa yang dipakai di negara tersebut. Selain itu, modul pendidikan perdamaian ini juga disesuaikan dengan budaya tiap daerah, misalnya modul versi Aceh yang mengangkat cerita-cerita Aceh.

Pemenang nasional International Young Creative Entrepreneur (IYCE) Communication Award 2009 menegaskan perdamaian dibutuhkan semua umat beragama.

Itulah sebabnya modul perdamaian ini juga telah dibuat dalam edisi agama kristen. Tim Peace Generation bekerjasama dengan komunitas sekolah kristen untuk memasukkan cerita-cerita kristen yang sesuai untuk modul perdamaian ini. Irfan berharap segera ada modul pendidikan perdamaian versi agama-agama lainnya.

Ada 12 nilai perdamaian yang terbagi dalam tiap jilid, meliputi menerima diri, menghapus prasangka, keragaman etnik, perbedaan agama, perbedaan gender, perbedaan status sosial, perbedaan kelompok, merayakan keberagaman, memahami konflik, menolak kekerasan, mengaku salah dan meminta maaf.

Menurut Irfan, sudah ada 30.000 agen perubahan yang belajar nilai-nilai perdamaian. Kini pihaknya sedang mendata kembali para agen perubahan untuk diberikan sertifikasi agar dapat menyebarkannya ke masyarakat luas.

Peace Generation juga berupaya menyebarkan bibit perdamaian ke kalangan lain, seperti suporter klub sepakbola di Indonesia yang kerap berseteru dengan pendukung tim lawan.

"Kami bekerjasama dengan Persib. Suporter itu kan mudah teradikalisasi, jadi kami membuat gerakan Bobotoh Bageur," pungkas dia.

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015