Kalau terjadi koalisi, ya harus sama. Kami (KPU) tidak bisa menerima kalau koalisi berbeda antara pusat dan daerah. Itu adalah solusi yang harus disepakati bersama,"
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum mengajukan syarat dukungan koalisi partai politik yang berkonflik harus sama baik di tingkat pusat maupun daerah, kata Komisioner Arief Budiman di Jakarta, Senin.

"Kalau terjadi koalisi, ya harus sama. Kami (KPU) tidak bisa menerima kalau koalisi berbeda antara pusat dan daerah. Itu adalah solusi yang harus disepakati bersama," kata Arief ditemui di Gedung KPU Pusat.

Oleh karena itu, dia menambahkan, penting bagi KPU untuk mendapatkan kesepakatan dari seluruh partai politik bahwa partai yang sedang menjalani proses hukum akibat konflik dualisme kepengurusan tersebut dapat ikut serta dalam pilkada serentak.

"Itu kenapa kita perlu semua partai harus sepakat. Satu saja ada yang tidak setuju, kami tidak bisa mengubah peraturan," tambahnya.

Jika koalisi dukungan partai berbeda, maka hal itu akan membuat rumit proses pencalonan di KPU daerah.

Komisioner Ferry Kurnia Rizkiyansyah juga mengatakan perubahan syarat pencalonan kepala daerah tersebut harus mendapat kesepakatan baik dari Pemerintah, DPR dan para pimpinan partai politik.

Jika satu pihak saja, khususnya partai politik, tidak setuju terhadap usulan perubahan peraturan syarat pencalonan, maka KPU tidak akan mengubah peraturan tersebut.

"Terkait syarat pencalonan bagi parpol yang berproses hukum (dualisme, red.), itu harus konsensus antara Pemerintah, DPR dan pimpinan partai politik. Kalau itu bulat satu suara ya kita laksanakan, kalau ada satu pihak tidak setuju ya kita tidak bisa mengubah peraturan terkait pencalonan itu," kata Ferry.

Dalam rapat konsultasi antara KPU dan Pemerintah dengan DPR beberapa waktu lalu, disepakati bahwa partai yang internalnya sedang berkonflik dapat mendaftarkan bakal calonnya dengan mengajukan dua berkas persetujuan pengurus.

Hal itu dimaksudkan agar Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan, yang saat ini sedang menjalani proses hukum terkait dualisme kepengurusan, tetap dapat ikut pilkada serentak.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015