Terima kasih sudah mau menjenguk kami di hari lebaran soalnya tidak ada lagi yang menjenguk kami."
Jakarta (ANTARA News) - Mungkin tidak ada yang menginginkan untuk menghabiskan masa senja di panti jompo tanpa di temani sanak keluarga, anak-anak, serta cucu-cucu yang menyayangi.

Namun hal itu harus dijalani Rodiyah (73) wanita penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia III, Jakarta Selatan, yang akan menghabiskan masa tua di panti jompo tanpa kerabat. 

Rodiyah asal Banyumas, Jawa Tengah, berangkat ke Jakarta untuk mencari kerbatnya di Ibu Kota pada lima tahun lalu.

"Ke Jakarta untuk mencari saudara, tapi tidak bertemu. Sudah dicari ke sana-sini tetap tidak ada. Saya sudah sendirian di kampung, di Jakarta juga tidak ada harapan," kata Rodiyah menceritakan dengan mata berkaca-kaca.

Selama pencarian saudaranya itu, Rodiyah tidak memiliki tempat tinggal sehingga dijangkau oleh Suku Dinas Sosial DKI Jakarta kemudian menempatkannya di panti ini.

Rodiyah yang menghabiskan hari di panti dengan beribadah kerap merasa kesepian. Kendati mengaku masih memiliki fisik yang kuat namun keriput wajah yang menandakan usia senja tidak mungkin lagi untuk bekerja.

"Di panti, Alhamdulillah, saya sehat. Saya masih kuat, tapi usia segini mana ada yang mau ngajak kerja. Saya iklas menerima nasib saya di sini sampai akhir," kata Rodiyah yang mengatakan pernah berdagang makanan di Banyumas.

Di tempat yang sama, Rosiah (75), perempuan asal Wonosobo, Jawa Tengah, juga menghuni panti jompo setelah terjaring operasi Satpol PP pada dua tahun lalu ketika sedang menjajakan dagangan berupa pakaian di pinggiran sebuah jalan di Jakarta Selatan.

"Saya memang sudah tidak punya saudara. Saya bertahun-tahun jadi pedagang kaki lima yang berpindah-pindah dari Depok ke Jakarta Selatan," kata Rosiah yang menjadi teman satu kamar Rodiyah di panti jompo itu.

Pada awalnya, Rosiah merasa sangat kesal karena tidak bisa berdagang lagi dan ditempatkan di panti jompo. Namun akhirnya ia menyadari bahwa usianya sudah terlalu tua untuk berkeliling kota menjajakan dagangan sendirian.

"Awalnya saya kesal, saya marah tidak bisa berdagang lagi. Tapi akhirnya saya menemukan teman senasib di sini. Saya merasa tidak terlalu sendirian seperti ketika masih jualan baju," kata nenek dengan rambut putih itu.

Rodiyah dan Rosiah tidak lagi memiliki kerabat dan tidak juga dikaruniai anak.

Lain halnya dengan Maryam (69), asal Cianjur, yang memilih menghabiskan usia senja di panti selepas suaminya meninggal tiga tahun lalu.

Ketika masih bersama suaminya, Maryam tinggal mengontrak dan mengandalkan usaha kecil, namun setelah suaminya meninggal, ia tidak dapat lagi hidup sendirian.

"Sejak suami pergi, saya pilih untuk pindah di sini. Kerabat masih ada, tapi saya takut menyusahkan," kata Maryam yang sudah menetap di Jakarta sejak remaja.

"Kerabat ada yang mampu, tapi saya takut jadi beban. Buat apa jadi beban? saya cukup senang berada di sini bersama nenek-nenek yang lain," katanya.

Seperti Rodiyah dan Rosiah, Maryam pun menghabiskan hari dengan beribadah, memaksimalkan puasa, dan sedikit berjalan-jalan kaki untuk menjaga kebugaran selama hidup di panti.

Ketiganya sudah pasrah dan menerima hidup di panti karena tidak ada keluarga terdekat yang bisa merawatnya.

"Terima kasih sudah mau menjenguk kami di hari lebaran soalnya tidak ada lagi yang menjenguk kami," kata Maryam.

Dirawat hingga akhir hayat
Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia III Jakarta Selatan terdapat 214 penghuni dengan komposisi 60 persen perempuan dan 40 persen laki-laki.

Kepala Panti Tresna Werdha Budi Mulia III Margaguna Dinas Sosial DKI, Kusnandar, mengatakan 90 persen penghuni terjaring dari operasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Dinas Sosial sementara sisanya merupakan warga binaan lama yang dititipkan keluarganya.

"Ada titipan keluarga yang tidak mampu merawat, namun saat ini 90 persen penghuni merupakan hasil orang yang terjaring di jalanan," kata Kusnandar.

Ketika baru masuk ke panti, para lansia ini akan dibersihkan dan diobati oleh petugas untuk memastikan tidak menderita penyakit menular.

Kusnandar menjelaskan petugas panti akan mewawancarai mereka untuk mencatat alamat guna menghubungi keluarga para jompo supaya bisa dipertemukan kembali.

"Jika alamatnya jelas, kami berusaha menghubungi keluarga untuk memberitahukan bahwa si nenek atau kakek ada di panti. Hasilnya ada yang dijemput keluarga, ada juga yang diantarkan oleh pihak panti," katanya.

"Ada juga yang diantarkan namun keadaan keluarga ternyata tidak mampu sehingga dikembalikan kepada kami. Kami menerima itu, minimal kami sudah memberitahukan keluarga mereka," imbuh Kusnandar.

Namun bagi para lansia yang tidak memiliki sanak akan menjadi warga binaan untuk dirawat di panti hingga akhir usia.

Selama menjadi warga binaan, para jompo mendapatkan pembinaan rohani, keterampilan membuat cenderamata, membuat keset, melukis, main angklung, bernyanyi, dan senam fisik.

Warga binaan yang tutup usia di panti, kata Kusnadar, akan dimakamkan di TPU Tegal Alur dengan prosesi sesuai agama masing-masing.

"Prosesi pemakaman tetap berada di panti sesuai agama, kemudian diserahkan ke dinas pemakaman dan dimakamkan di TPU Tegal Alur," kata Kusnandar.

Kusnandar mengatakan tantangan terbesar petugas panti sosial adalah untuk bekerja iklas sepenuh hati menemani kakek dan nenek tanpa sanak saudara hingga akhir hayat. Keiklasan membina akan membuat para lansia menjadi lebih betah menjalani hari tuanya di panti sosial.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015