Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan menilai tidak ada yang spesial dari pidato presiden.

"Justru banyak yang paradoks. Lebih banyak karya kata dibanding karya nyata," kata Heri menanggapi pidato Presiden Jokowi di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.

Presiden, misalnya, bicara soal kekompakan lembaga-lembaga negara untuk mewujudkan Trisakti.

Heri mengatakan di saat yang sama justru masih ada saja pola komunikasi dan koordinasi yang kurang efektif.

"Presiden bicara soal perwujudan janji-janji UUD 1945, tapi faktanya, pemerintah gagal menyediakan lapangan pekerjaan bagi warganya. Bahkan, secara terang-terangan, membuka kran lebar-lebar bagi masuknya tenaga kerja asing yang menggerus kesempatan kerja warga lokal," kata Heri.

Presiden Jokowi bicara soal kemandirian ekonomi, tapi faktanya, pemerintah justru menggantungkan kelangsungan ekonomi nasional kepada asing melalui Utang Luar Negeri yang bertumpuk.

"Saat ini, debt service ratio kita sudah di atas 50 persen. Itu berbahaya dan mengancam kedaulatan fiskal kita. Lebih dari setengah penerimaan ekspor hanya habis untuk bayar Utang Luar Negeri," imbuhnya.

Presiden bicara soal ekonomi kreatif sebagai tulang punggung perekonomian nasional, tapi faktanya, dukungan terhadap perkembangan ekonomi ini masih kurang maksimal.

Sebagai misal, pemerintah belum memberi saluran pembiayaan yang lebar bagi tumbuhnya start-up.

"Sekarang ini, banyak anak muda dengan start-up-nya yang luar biasa, tapi masih sulit dalam pembiayaan. BUMN yang diharapkan menopang hal itu tidak maksimal. Tidak heran, banyak start-up Indonesia yang punya ide cemerlang tapi sulit bersaing," katanya.

Lalu, Presiden bicara soal janji-janji kemerdekaan 17 Agustus 1945. Tapi, faktanya, di saat yang sama, pemerintah (Pertamina dan PLN) justru akan menaikkan harga BBM dan TDL menjelang hari kemerdekaan.

"Karena itu, ke depan, saya berharap Presiden bisa mewujudkan janji-janjinya secara konsisten dan konsekwen. Satunya kata dengan perbuatan. Berkarya nyata dan tidak berkarya kata," demikian Heri.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015