Jakarta (ANTARA News) - Kehadiran sebagian pimpinan dan beberapa anggota DPR RI Setya Novanto dalam sebuah acara politik dari bakal calon presiden Amerika Serikat Donald Trump ditanggapi beragam oleh masyarakat.

Ada yang berkeberatan, tetapi ada juga yang tidak memasalahkannya.

Di antara yang berkeberatan adalah karena posisi Novanto yang berstatus Ketua DPR RI. Salah seorang dari mereka adalah dosen Teori Sosial dan Struktur Sosial dari Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA.

Di mata Rilus, Setyo tak bisa melepaskan diri begitu saja dari predikatnya sebagai Ketua DPR, yang menurut dia mau tidak mau menjadi wajah dan wakil rakyat Indonesia.

"Kita tidak boleh lupa bahwa Novanto di situ tidak terlepas dari posisinya sebagai Ketua DPR. Apalagi di sana, Donald Trump tegas menyampaikan kalau Novanto orang penting di Indonesia, Ketua DPR," ujar Rilus kepada ANTARA News, Kamis.

"Dia tidak boleh dilihat sebagai Setyo Novanto saja, tetapi juga status dia sebagai pimpinan DPR dan berarti mewakili rakyat Indonesia," tambah dia.

Kendati begitu, Rilus melihat ada sisi positif dari pertemuan Setya Novanto dengan Donald Trump itu.  Yakni, ternyata pertemuan itu memungkinkan adanya pengakuan tidak langsung Trump bahwa Indonesia adalah negara yang penting.

"Di satu pihak, sisi positifnya, sebetulnya secara tidak langsung pengakuan seorang Donald Trump, bahwa Indonesia itu penting. Oleh karena itu, keberadaan pimpinan DPR RI untuk menaikkan popularitas dia (Donald Trump) dan itu dukungan Indonesia penting bagi dia menuju pemilihan presiden," tutur Rilus.

Tetapi hal negatif dari peristiwa di New York itu adalah munculnya penafsiran bahwa pertemuan itu sebagai bentuk dukungan kepada Trump. Belum lagi, kesan "merendahkan" Indonesia yang muncul dari kejadian ini, sambung Rilus.

Bagi diam tidak tepat seorang wakil Indonesia datang saat seseorang sedang berkampanye, apalagi bangsa Indonesia belum tentu mendukung Donald Trump. 

"Kalau secara etika politik akan lebih terhormat bila Novanto diberikan panggung yang sama. Di situlah muncul persoalan semacam inferioritas," tambah dia.

Lain lagi dengan Riva Nurinsania (26), karyawan swasta di Jakarta.

Dia menganggap status Novanto sebagai pimpinan DPR menjadi alasan munculnya dugaan Indonesia mendukung Trump sebagai calon Presiden Amerika Serikat.

Dan menurut dia itu kebetulan belaka.

"Kebanggaan juga kan hadir di acara tokoh penting dunia. Enggak ada hubungannya sama mendukung atau tidak mendukung Trump dalam bursa calon Presiden Amerika Serikat. Tetapi karena jabatannya sebagai pimpinan DPR RI, bisa bawa-bawa nama Indonesia, seolah-olah mendukung Trump. Kalau orang biasa yang datang, mungkin enggak ada efeknya," kata dia.

Pertemuan antara pimpinan DPR dengan Donald Trump menjadi polemik setelah muncul dugaan Indonesia mendukung Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.

Dalam beberapa kesempatan, para pimpinan DPR menyangkal telah memberikan dukungan kepada Trump dan bersikeras pertemuan itu hanya pertemuan biasa di sela-sela kunjungan mereka ke negara itu.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015