Perth (ANTARA News) - Sebagai mantan Presiden Republik Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono dimintai nasihat untuk Perdana Menteri baru Australia Malcolm Turnbull dalam kaitannya dengan kiat menjaga hubungan Indonesia-Australia agar semakin serasi.

"Saya tidak ingin memberi nasihat, tapi saya punya harapan dan pesan kepada Perdana Menteri Turnbull," kata SBY ketika beramahtamah dengan 15 mahasiswa Australia, yang pernah mengikuti pertukaran pelajar Indonesia-Australia (ACICIS dan AYEP), di kampus Universitas Australia Barat di Perth, Selasa.

"Saya berpesan agar masalah diselesaikan secara layak dan bijaksana," kata SBY, yang selama menjadi orang nomor satu di Indonesia mengaku memiliki hubungan sangat baik dengan empat perdana menteri Australia, mulai dari John Howard, Kevin Rudd, Julia Gillard, hingga Tony Abbott.

Ia melanjutkan, "Kalau bukan bertetangga, pasti Indonesia dan Australia tidak akan pernah ada masalah. Australia tidak pernah punya masalah dengan Rwanda, misalnya, karena negara itu sangat jauh."

Dengan negara bertetangga, kepekaan dan politik luar negeri sangat dipengaruhi oleh kepentingan politik dalam negeri dan bisa menimbulkan polemik pasang dan surut, akan tetapi semuanya bisa diselesaikan dengan baik.

"Mari kita selesaikan masalah, karena kita punya banyak kesamaan. Indonesia dan Australia sama-sama negara demokrasi, sama-sama menginginkan keamanan di kawasan," kata SBY.

"Kalau orang Australia lebih kenal orang Indonesia dan kalau orang Indonesia lebih kenal orang Australia, maka hal itu akan lebih baik," tambah dia.

Ia memaparkan hubungan baik Indonesia dan Australia adalah salah satu agenda penting di era kepemimpinannya.

Setahun setelah menjabat presiden, SBY menandatangani kerjasama strategis dengan John Howard, "dan itu merupakan babak baru hubungan bilateral Indonesia dan Australia".

Tahun berikutnya, SBY dan timpalannya dari Australia menandatangani Perjanjian Lombok yang kembali menguatkan hubungan dua negara.

"Tapi tetap saja ada masalah, dan saya selalu percaya selalu ada solusinya," kata pria kelahiran Pacitan, Jawa Timur, itu.

"Saya harap, kita kembali ke kerjasama strategis, kembali ke Perjanjian Lombok, kembali ke semangat dan keyakinan bahwa semua masalah bisa diselesaikan dengan banyak berdialog," tambahnya.

SBY mengaku di eranya hubungan antarkepala negara sangat erat. "Saya tinggal angkat telepon, dan di setiap pertemuan tingkat tinggi selalu saya sempatkan bertemu dengan PM Australia walaupun hanya 15 menit. Ini harus diteruskan," katanya.

SBY juga menyarankan pemerintahan baru Partai Liberal di Australia dan Presiden Joko Widodo di Indonesia menciptakan peluang-peluang baru, di segala sektor.

"Tidak ada resep yang ajaib, kecuali memperbanyak dialog dan keyakinan bahwa semua masalah ada penyelesaiannya," pungkasnya.

Dubes RI untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema menambahkan sejarah hubungan baik antara Indonesia dan Australia sudah terbina sejak puluhan tahun lewat.

Pada 1946-1949, ketika penjajah Belanda berusaha kembali menduduki Indonesia, 460 kapal Belanda ditolak mendarat ke Australia untuk keperluan bahan bakar dan air.

"Itu riwayat baik hubungan bilateral kita di masa lalu. Jangan dianggap tidak ada dan dua negara ini tidak bersahabat," kata dia.

Pewarta: Ella Syafputri
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015