Apabila pemerintah ingin membahas UU KPK, maka kami minta terkait penyadapan dibuat ayat baru,"
Jakarta (ANTARA News) - Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki mengatakan institusinya meminta dibuat dua ayat baru terkait penyadapan dalam UU KPK, apabila pemerintah berkeinginan merevisi UU tersebut.

"Apabila pemerintah ingin membahas UU KPK, maka kami minta terkait penyadapan dibuat ayat baru," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis.

Hal itu dikatakan Ruki usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan KPK, di ruang rapat Komisi III DPR, Kamis.

Dia menjelaskan ayat pertama menyangkut masalah tata cara menyadap yang diatur dalam UU KPK dan sebenarnya KPK telah memiliki itu dalam Sistem Prosedur Operasional (SOP) namun lebih baik didiatur dalam UU.

Ayat kedua menurut dia, terkait memberikan perintah kepada pemerintah, KPK dan penyelenggara jasa telekomunikasi untuk melakukan audit.

"Jadi bukan dapat namun diperintahkan sehingga bisa dikontrol sehingga penggunaannya bisa dicegah dari penyimpangan," ujarnya.

Selain itu dia menilai kewenangan penyadapan ada dua yaitu pertama "legal by regulation" bahwa undang-undang memberikan kewenangan penyadapan, kedua "legal by out order".

KPK menurut dia, memilih poin pertama, artinya UU memberikan izin untuk menyadap dan tata cara serta auditnya diatur.

Sebelumnya, Ketua DPR Setya Novanto dalam Pembukaan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2015-2016 meminta RUU KPK dimasukkan dalam Prioritas Prolegnas 2016 bersama beberapa RUU lainnya.

"RUU yang perlu dimasukkan dalam Prioritas Prolegnas 2016 antara lain RUU tentang Perubahan UU KPK, RUU tentang tax amnesty, RUU tentang Pemilihan Umum, dan RUU tentang Partai Politik," ujarnya.

Pimpinan DPR menurut dia, mengingatkan Badan Legislasi segera melakukan pembahasan Prolegnas Prioritas tahun 2016 bersama pemerintah.

Dia menilai penetapan prolegnas sebaiknya didasarkan pada urgensi memenuhi kebutuhan hukum di masyarakat.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015