Pontianak (ANTARA News) - Indonesia berpotensi kehilangan wilayahnya seluas 1.500 hektar di kawasan Tanjung Datu, Kecamatan Paloh, Sambas, Kalbar, yang berbatasan dengan Malaysia, akibat metode pengukuran yang berbeda antarkedua negara. Dalam pertemuan dengan lintas komisi DPRD Kalbar, di Pontianak, Selasa, Komandan Korem (Danrem) 121/Alambhana Wannawai, Kol (Inf) Wisnu Bawa Tenaya mengatakan, diperlukan pembicaran antarpemimpin kedua negara untuk menyelesaikan masalah itu. Perbedaan penetapan batas tersebut bermula ketika dilakukan survei pada tahun 1975 dimana sulit ditemukan "watershed" sesuai dengan Traktat 1891. Berdasarkan Traktat 1891, pengukuran batas wilayah antara Indonesia - Malaysia dengan mengacu watershed atau arah mata air yang mengalir. "Dalam survei tahun 1975 tersebut, watershed sulit ditemukan secara visual," ujarnya. Kemudian, dilakukan pengukuran ulang dengan metode sipat datar (levelling) yang hasilnya batas negara Malaysia menjadi "masuk" sekitar 3,5 kilometer ke dalam wilayah Indonesia. Hasil pengukuran dituangkan ke dalam nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Malaysia yang ditandatangani di Kinibalu, Sabah (1976) dan Semarang, Jawa Tengah (1978). Ia menambahkan, saat ini TNI telah memiliki peta dasar yang dapat digunakan untuk memperbaiki batas-batas tersebut. Berdasarkan peta, akan diletakkan patok-patok sebagai batas wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dilakukan pembahasan bersama antarkedua negara melalu forum-forum resmi seperti Sosek Malindo maupun kerjasama negara-negara perbatasan. Mengenai kondisi di lokasi yang belum disepakati tersebut, sebagian ditanami beragam tanaman perkebunan oleh penduduk setempat yang berkewarganegaraan Indonesia. "Tinggal masalah administrasi yang perlu dibahas kedua negara untuk menghindari kesalahpahaman," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007